Buruhtoday - Tidak bisa dipungkiri, dalam beberapa pekan terakhir masyarakat
terbebani dengan tingginya harga sejumlah komoditas pangan dalam negeri.
Sebut saja harga daging yang sempat lebih dari Rp 100.000 per kg. Atau
cabe rawit yang di beberapa kota di Indonesia harganya juga mendekati
harga daging sapi.
Kondisi ini pada akhirnya melahirkan kritik tajam yang mengarah ke
kinerja Menteri Pertanian Suswono lantaran tidak maksimal dalam
menggenjot produksi pertanian dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan
dalam hal kebijakan impor.
M Prakosa, mantan menteri pertanian era Presiden Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) akhirnya ikut angkat bicara. Menurutnya, 'krisis' pangan yang
terjadi saat ini bukan hal baru. 'Krisis' yang dimaksud Prakosa adalah
lonjakan harga bahan pangan dan minimnya pasokan pangan.
"Setiap tahun kita rasakan itu harga bahan pangan tinggi. Masalah
klasik yang tidak pernah terselesaikan," ujar Prakosa kepada
merdeka.com, Sabtu (20/7).
Dia menegaskan, tingginya harga sejumlah bahan pangan mulai dari
daging sapi, daging ayam, cabe, hingga bawang, terjadi karena kurangnya
pasokan. Menurut dia, itu adalah satu-satunya penyebab. Penilaian yang
menyebutkan bahwa kenaikan harga akibat ulah spekulan, merupakan dampak
lanjutan dari minimnya pasokan yang ada di pasar.
Dia melihat, untuk saat ini, kebijakan impor memang menjadi kebijakan
yang terpaksa diambil karena pemerintah tidak mampu mendorong produksi
pertanian. "Ya semacam jadi satu-satunya jalan, solusi untuk jangka
pendek. Tapi tidak untuk jangka panjang," katanya.
Menurutnya, pemerintah dan masyarakat serta pelaku usaha sudah
mengetahui bahwa masalah setiap tahun adalah kekurangan pasokan bahan
pangan. Ketika masalahnya sudah diketahui, sudah diidentifikasi akar
masalahnya, maka harus dicari jalan keluar atau solusinya.
Anggota Komisi IV DPR ini mengatakan, untuk negara yang besar jumlah
penduduknya dan tinggi konsumsinya seperti Indonesia, mau tidak mau
harus mewujudkan kedaulatan dan swasembada pangan. Tidak bisa hanya
mengandalkan pasokan dari luar negeri. Untuk itu, pemerintah perlu
serius dalam mengelola dan mendorong produksi sektor pertanian.
"Keseriusan pemerintah bisa dilihat dari alokasi untuk sektor pertanian di APBN. Jumlahnya sangat kecil, artinya belum ada
keseriusan," tegasnya.
Dia menyebutkan, dari total belanja negara lebih dari Rp 1.200
triliun, porsi untuk keseluruhan sektor pertanian tidak lebih dari Rp 20
triliun.
(sumber merdeka.com)