Ratusan buruh dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar, Kamis (12/9). Mereka menolak diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) tentang Pedoman Kebijakan Penetapan Upah Minimum.
Inpres yang rencananya akan disahkan pada akhir September ini dinilai sangat merugikan buruh. "Setidaknya ada lima hal yang melatarbelakangi buruh menolak Inpres tersebut," kata Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jabar, Iwan Kusmawan, di sela aksi, Kamis (12/9).
Menurut dia, pertama kebijakan kenaikan upah minimum ditinjau dua tahun sekali. Kedua, kenaikan upah minimum mengacu pada kebutuhan hidup layak (KHL), produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga membedakan kenaikan upah minimum antara industri secara umum dengan usaha mikro, kecil, dan menengah dan industri padat karya yang meliputi industri makanan, minimum, dan tembakau, dan lainnya.
Keempat, kenaikan upah minimum secara umum paling tinggi sebesar tingkat inflasi ditambah 10 persen dari upah minimum tahun sebelumnya. "Terakhir kenaikan upah minimum pada industri padat karya paling tinggi 50 persen dari kenaikan upah minimum tahun sebelumnya," ujarnya.
Dia menjelaskan klausul-klausul dalam Inpres itu jelas sangat merugikan para buruh. Selain itu juga klausul tersebut bertentangan dengan UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
"Kalau Inpres ini dilaksanakan, maka ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada," terangnya.
Dalam aksi itu, massa akan beraudiensi dengan perwakilan Komisi E DPRD Jawa Barat. "Kita akan minta DPRD untuk mengeluarkan rekomendasi menolak rencana dikeluarkannya Inpres itu," ungkapnya.
Dia khawatir jika presiden tetap mengeluarkan Inpres maka akan timbul gejolak dari buruh di seluruh Indonesia. Untuk itu, dia berharap agar Inpres tersebut tidak dikeluarkan. "Jika masih saja dikeluarkan, kami pun berencana menduduki Istana Presiden untuk menolak Inpres ini," tegasnya
( Sumber Merdeka.com )