Batam Buruh Today - Senin 28/10 .Suhartini Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam, ketika di konfirmasi terkait marak perusakan Hutan mangrouve untuk dijadikan arang diwilayah Batam ,Di depan ruangan DPRD Komisi III Batam ,Suhartini berkomentar bahwa aktivitas itu sangat susah untuk ditindakan,sebab masalah ini bukan masalah Dinas KP2K saja,masalah ini sudah menjadi masalah bersama terutama pemerintah Kota Batam .
" Maraknya aktivitas tersebut,Dinas KP2K tidak bisa mengambil tindakan sendiri,kita harus melihat dari sisi sosialnya juga,sebab masyarakat yang bermukim di sana (Daerah ,Sembulang dan Jembatan Enam = red) ,sebab masyarakat yang bermukim di sana, semua menggantungkan hidup dengan aktivitas tersebut ,jadi untuk mengambil tindakan, butuh pengkajian yang matang, Memang jelas sekali ,Mereka telah melanggar Hukum tentang Hutan Mangrouve,Dilihat dari sisi sosialnya , Dinas KP2K tidak bisa mengambil tidakan sendiri Dan butuh semua peran Instansi Pemerintah " Cetusnya pada media ini.
Suhartini juga mengisahkan,Semenjak dirinya menjabat Kadis KP2K kota Batam,akunya tahun 2008 pernah melakukan tindakan perihal aktivitas masyarakat merusak Hutan Bakau mengolahnya menjadi arang,tetapi Semua menolak,bahkan mereka melakukan demontrasi atas tidakan tersebut " tambah Suhartini lagi.
Ditinjau dari segi Kinerja Dinas KP2K ini, tampak lebih menjurus Ke dampak sosialnya dari pada kedampak penegakan Hukum dan Linkungannya,dimana Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan yang perlu dijaga kelestariannya.
Maraknya Aktivitas pembakaran Hutan Bakau yang menjadikan arang saat ini,sepertinya Dinas KP2K memberikan lampau hijau agar aktivitas tersebut terus berlansung.
Banyaknya asumsi masyarakat atas kinerja Dinas KP2K yang kurang merespon dalam hal tersebut,Suhartini berpendapat," Itu sah-sah saja,siapa saja bisa menduga-duga tidak ada yang melarang" katanya lagi.
Dalam Undang-undang,sanksi Hukum telah diatur Larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang
dalam pasal 50 Undang-Undang (UU) Kehutanan, dan diatur masalah
pidananya pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 5
miliar.