Buruhtoday - Kondisi buruh migran semakin darurat. Perusahaan Jasa Tenaga Kerja
Indonesia (PJTKI) ditengarai menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini
membuat Migrant Care mempertanyakan keberadaan PJTKI swasta yang masih
dipertahankan negara. Demikian pesan yang disampaikan buruh migran di
acara dialog dengan calon legislator (caleg) Daerah Pemilihan DKI
Jakarta II di Jakarta (27/3).
“PJTKI kerap menjadi sumber masalah dari penempatan tenaga kerja di
luar negeri. Sebaiknya, pengelolaan buruh migran dikembalikan sepenuhnya
ke negara,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah.
Sebanyak 80 persen kegiatan pengiriman buruh migran dilakukan PJTKI
swasta. Akibatnya, buruh migran dijadikan objek industri yang tak
mengindahkan hak konstitusional. Tak heran kemudian, hak-hak mereka
diabaikan.
“Perkara buruh perempuan juga tak bisa dilepaskan dari masalah
perempuan karena sebagian besar dari mereka perempuan. Bagaimana
kemudian perempuan bisa menjadi perspektif dalam kenegaraan,” jelas
Anis.
Soal pengelolaan migrasi, terdapat 18 lembaga yang dibiaya APBN untuk
mengurus buruh migran. Banyaknya lembaga yang mendapatkan kucuran dana
dari negara ini seharusnya mampu menjamin keselamatan dan keamanan buruh
migran. Untuk itu, konvensi HAM internasional menjadi landasan dalam
mengelola tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
“Bukan saling melempar tanggung jawab jika ada masalah. Diharapkan
caleg yang terpilih nanti dapat mendesak pemerintah untuk memenuhi
tanggung jawabnya,” lanjutnya.
(Sumber rumah pemilu.org)