Buruhtoday.com- Aksi ratusan buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh
Berjuang (Gerbang) Jawa Tengah (Jateng) melakukan aksi unjuk rasa di
depan Gedung Gubernur, Jalan Pahlawan Nomor 9, Kota Semarang, Jawa
Tengah Selasa (11/11).
Dalam orasinya, sambil membawa puluhan bendera
dan spanduk, mereka menolak perhitungan angka kebutuhan hidup layak
(KHL) di 33 kabupaten/kota yang dianggap bertentangan dengan perundangan.
Dalam aksi penolakan perhitungan angka KHL, buruh juga melempari gedung gubernur dengan lima ekor ayam potong 'horn' yang telah disembelih. Kemudian menggantung satu demi satu ayam di pagar gedung Pemrov Jateng.
Massa membawa juga spanduk, bendera dan kotak kardus yang bertuliskan sejumlah harga kebutuhan pokok yang semakin hari semakin meninggi harganya. Kemudian mereka secara bergantian berorasi menolak upah murah yang terjadi di Jateng.
"Aksi yang dilakukan kali ini adalah upaya protes tentang besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Tengah masih menempati tiga terendah dalam skala nasional. Kalau beberapa waktu lalu pemerintah mengaku kalau KHL di Jateng hanya tinggal tiga kabupaten yang bermasalah, maka akan kami luruskan yang bermasalah adalah 33 kabupaten," tegas Sekretaris DPW Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah, Nanang Setyono di sela-sela aksi kepada wartawan.
Nanang dalam orasinya membeberkan sampai saat ini hanya ada dua kabupaten di Jateng yang menghitung angka KHL nya sesuai dengan Permen nomor 13 tahun 2014, yakni dengan menghitung upah tahun 2015 berdasarkan KHL bulan Desember.
"Dua daerah itu adalah Kabupaten Demak dan Kota Semarang. Sementara di 33 kabupaten lain hanya menggunakan KHL bulan Juli dan September, itu jelas merugikan, " ungkapnya.
Nanang menuturkan, selama ini mekanisme pengusulan UMK dari Bupati Wali kota ke Gubernur masih belum sesuai standar. Di Jateng belum ada kepastian hukum soal mekanisme atau tempat survei, baik merek barang yang jadi acuan maupun mekanisme dalam penetapan KHL.
"Kami menganggap, kondisi demikian diakibatkan karena masih banyaknya politisasi dalam survei KHL hingga penetapan UMK baik oleh Dewan Pengupahan ataupun tingkat kepala daerah. Belum lagi tahun ini BBM naik. Maka pemerintah harus mengerti kebutuhan rakyat," tandasnya.
Pihaknya menuntut kepada Dewan Pengupahan Provinsi Jateng untuk menggodok ulang penentuan KHL yang menjadi acuan UMK Jateng, utamanya untuk UMK tahun 2015 mendatang. Sehingga rekomendasi Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo mengenai UMK di Jateng akan sesuai standar yang tepat.
"Kami minta untuk acuan KHL harus melalui mekanisme survei dengan prediksi bulan Desember. Di mana bulan tersebut yang lebih realistis mengenai kebutuhan buruh. Jika aksi kami kali ini tidak juga direspon oleh Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, maka kami akan melakukan aksi serupa pada tanggal 18 dan 20 November mendatang," pungkasnya. (Merdeka.com)
Dalam aksi penolakan perhitungan angka KHL, buruh juga melempari gedung gubernur dengan lima ekor ayam potong 'horn' yang telah disembelih. Kemudian menggantung satu demi satu ayam di pagar gedung Pemrov Jateng.
Massa membawa juga spanduk, bendera dan kotak kardus yang bertuliskan sejumlah harga kebutuhan pokok yang semakin hari semakin meninggi harganya. Kemudian mereka secara bergantian berorasi menolak upah murah yang terjadi di Jateng.
"Aksi yang dilakukan kali ini adalah upaya protes tentang besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Tengah masih menempati tiga terendah dalam skala nasional. Kalau beberapa waktu lalu pemerintah mengaku kalau KHL di Jateng hanya tinggal tiga kabupaten yang bermasalah, maka akan kami luruskan yang bermasalah adalah 33 kabupaten," tegas Sekretaris DPW Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah, Nanang Setyono di sela-sela aksi kepada wartawan.
Nanang dalam orasinya membeberkan sampai saat ini hanya ada dua kabupaten di Jateng yang menghitung angka KHL nya sesuai dengan Permen nomor 13 tahun 2014, yakni dengan menghitung upah tahun 2015 berdasarkan KHL bulan Desember.
"Dua daerah itu adalah Kabupaten Demak dan Kota Semarang. Sementara di 33 kabupaten lain hanya menggunakan KHL bulan Juli dan September, itu jelas merugikan, " ungkapnya.
Nanang menuturkan, selama ini mekanisme pengusulan UMK dari Bupati Wali kota ke Gubernur masih belum sesuai standar. Di Jateng belum ada kepastian hukum soal mekanisme atau tempat survei, baik merek barang yang jadi acuan maupun mekanisme dalam penetapan KHL.
"Kami menganggap, kondisi demikian diakibatkan karena masih banyaknya politisasi dalam survei KHL hingga penetapan UMK baik oleh Dewan Pengupahan ataupun tingkat kepala daerah. Belum lagi tahun ini BBM naik. Maka pemerintah harus mengerti kebutuhan rakyat," tandasnya.
Pihaknya menuntut kepada Dewan Pengupahan Provinsi Jateng untuk menggodok ulang penentuan KHL yang menjadi acuan UMK Jateng, utamanya untuk UMK tahun 2015 mendatang. Sehingga rekomendasi Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo mengenai UMK di Jateng akan sesuai standar yang tepat.
"Kami minta untuk acuan KHL harus melalui mekanisme survei dengan prediksi bulan Desember. Di mana bulan tersebut yang lebih realistis mengenai kebutuhan buruh. Jika aksi kami kali ini tidak juga direspon oleh Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, maka kami akan melakukan aksi serupa pada tanggal 18 dan 20 November mendatang," pungkasnya. (Merdeka.com)