Samarinda,Buruhtoday.com - Program pemerintah terkait kenaikan harga BBM hingga sebesar Rp 3000 menjadi dilema terhadap seluruh masyarakat Indonesia, misalnya di Kaltim, yang paling banyak atas penolakan kenaikan harga BBM tersebut adalah dari kalangan buruh,sopir angkut,hinggga masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah.
Pasalnya, dengan naiknya harga BBM berimbas kepada kenaikan harga
sembako, jasa hingga produk dan barang. Mengingat perusahaan harus
mengeluarkan biaya lebih besar dari sebelumnya.
Lantas tanggapan atas kenaikan harga BBM tersebut dilontarkan salah satu anggota DPRD kaltim, Ali Hamdi, Pemerintah pusat seharusnya seharusnya mengkaji ulang rencana tersebut, mengingat
belum lama tarif dasar listrik dan gas elpiji telah naik. Artinya, jika
pemerintah mengeluarkan kebijakan naiknya harga BBM dikhawatirkan
masyarakat kian terpuruk.
“ Pemerintah masih menunda kebijakan kenaikan BBM, rencana awal
November. Ini merupakan hal positif, tetapi pemerintah daerah khususnya
Kaltim harus melakukan persiapan sebelum kebijakan tersebut benar-benar
diterapkan,” kata Ali.
Ditambahkannya, Pemprov Kaltim harus melakukan persiapan dengan duduk
satu meja antara SKPD terkait, seperti Kadin, pemerintah kabupaten/kota,
dan pihak terkait lainnya membicarakan bagaimana Kaltim mempersiapkan
diri.
“Kalau pemerintah tidak mengambil langkah konkret dengan cepat,
dipastikan terjadi ketidakstabilan ekonomi di daerah. Terutama bagi
ekonomi kelas menengah ke bawah, terlebih terhadap kemampuan daya beli
masyarakat,” jelas Ali.
Menurutnya, banyak dampak besar yang akan terjadi jika kebijakan
tersebut benar-benar terealisasi. Apalagi Kaltim baru menentukan upah
minimum provinsi 2015. Artinya dengan kenaikan tersebut ditambah
peningkatan harga BBM secara signifikan, menambah beban perusahaan. Pada
akhirnya dikhawatirkan menimbulkan banyaknya PHK.
“Belum lagi mereka yang berada di wilayah perbatasan dan pedalaman
yang hingga saat ini belum merasakan kemerdekaan listrik yang
sehari-harinya harus menggunakan mesin genset dengan beban biaya lebih
tinggi. Bagaimana jika kenaikan tidak dibarengi kesiapan matang dari
pemerintah daerah,” pungkasnya.(kaltim post online)