Jakarta,Buruhtoday.com - Terkait
keputusan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menaikkan
harga BBM, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah
Pitaloka, menyatakan dirinya selalu mengingat pengalaman ketika kenaikan
harga BBM di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005 dan
2008. Pada saat itu, jumlah warga miskin selalu bertambah besar dan
terkesan kuat bahwa keputusan itu hanya menguntungkan segelintir pihak.
Oleh karena itu, Rieke menawarkan sejumlah langkah yang bisa diambil Jokowi-JK agar pengalaman serupa tak terjadi lagi.
Kata Rieke, realokasi subsidi BBM menimbulkan efek domino kenaikan
harga jual BBM ke rakyat, membuat ongkos transportasi naik, dan kenaikan
harga kebutuhan pokok. BI mengatakan kenaikan Rp 1.000 perliter akan
menyebabkan inflasi 1,2 persen. Ini berarti kenaikan bensin yang Rp
2.000 perliter menyebabkan inflasi naik 2,4 persen.
"Dengan inflasi 2,4 persen, artinya keluarga yang punya kebutuhan Rp
100.000 per bulan harus ada tambahan agar menjadi Rp 200.000 per bulan,"
kata Rieke di Jakarta, Selasa (18/11).
Beban itu masih bertambah. Sebab menurut data BPS, 2,4 persen adalah
inflasi langsung. Ada juga efek inflasi tidak langsung sebesar 1 persen
sampai 1,2 persen. Artinya, potensi total inflasi bisa mencapai 4,8
persen yang berarti kebutuhan Rp 100.000 perbulan sebelum kenaikan BBM
menjadi Rp 300.000 ketika BBM naik.
Sementara pemerintah menyiapkan tambahan penghasilan Rp 200.000 per
bulan lewat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) untuk 15,5 juta rumah tangga
miskin. Masalahnya, kata Rieke, masih ada jutaan rakyat lain yang
terkena dampak yang juga membutuhkan uluran tangan kebijakan pemerintah
yang tidak termasuk kelompok RTM.
Mengambil contoh data Satkernas BPS 2013, ada pekerja formal sebanyak
46,6 juta orang dan pekerja informal sebanyak 67,5 juta. Baginya,
Pemerintah tidak hanya bertanggung jawab memberikan solusi bagi 15,5
juta.
"Jutaan rumah tangga rakyat lainnya juga membutuhkan bantuan
pemerintah, terutama dalam menghadapi kenaikan kebutuhan pokok.
Diharapkan pemerintah segera mengeluarkan kebijakan politik paling tidak
untuk sampai akhir 2014," jelasnya.
Karena itu, dia mendesak pemerintah segera mengeluarkan kebijakan politik untuk menurunkan harga pangan.
"Berikan suport dana dari hulu ke hilir bagi mereka yang bergerak
dalam penyediaan pangan rakyat, seperti bantuan bagi kendaraan
pengangkut pangan. Kebijakan politik harga ini dibarengi dengan
pemberantasan mafia pangan," kata Rieke.
Kedua, adanya kebijakan politik industri dan perdagangan. Perlu
kiranya segera dikeluarkan kebijakan untuk melindungi industri nasional,
khususnya yang padat karya seperti tekstil, garmen, dan sepatu, yang
komponen produksinya terbesar adalah energi dan upah.
"Jangan sampai solusi efisiensi adalah PHK karyawan. Mohon segera ada
kebijakan seperti insentif pajak impor bahan baku, dan lain-lain.
Kebijakan politik ini harus disertai dengan pemberantasan mafia dalam
jalur industri, seperti mafia perizinan dan praktek pungli di semua
lini," ujarnya.
Ketiga adalah kebijakan politik upah, di mana puluhan juta rumah
tangga pekerja yang tidak termasuk dalam kategori rumah tangga tak mampu
memerlukan iktikad politik pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus
berani untuk tidak melanjutkan "politik upah murah" peninggalan
pemerintah lalu.
"Mereka juga membutuhkan tambahan penghasilan untuk menyiasati membengkaknya ongkos hidup sebagai dampak kenaikan BBM," ujarnya.
Saat ini proses pembahasan kenaikan upah sedang dibahas di Dewan
Pengupahan di kota/kabupaten di seluruh Indonesia, yang paling lambat
harus ditetapkan oleh gubernur pada 21 November 2014.
"Memohon agar pemerintah pusat ikut mendorong lahirnya upah layak
bagi pekerja, salah satunya dengan mencabut ketentuan pada Inpres
No.9/2013 terkait upah minimum didasarkan pada pertumbuhan ekonomi,"
jelasnya.
Kata Rieke, rata-rata pertumbuhan ekonomi adalah 5,1 - 5,3 persen
pada kuartal I tahun 2014. Karenanya, jangan sampai persentase kenaikan
upah dipaksakan sama dengan persentase pertumbuhan ekonomi itu. Artinya,
kenaikan BBM Rp 2.000 per liter atau naik sekitar 30 persen juga
menjadi acuan.
"Kenaikan upah harus berdasarkan survei pasar terhadap kebutuhan
pokok dan komponen hidup layak yang juga terimbas kenaikan BBM,"
ujarnya.
Langkah Keempat, pengalihan dana subsdi BBM kepada program lain
kiranya harus diawasi semua pihak agar tidak menjadi "bancakan pemburu
rente".
"Tidak boleh terulang lagi pengurangan subsidi BBM dan kompensasi
kenaikan BBM justru berarti meningkatnya jumlah rakyat miskin seperti
yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008," kata dia.
(sumber Beritasatu.com)
Post Top Ad
Rabu, 19 November 2014
Home
Buruh
organisasi buruh
Politik
Sosial
Untuk Selamatkan Jutaan Buruh, Rieke Tawarkan Usulan Buat Presiden RI "Jokowi"