Buruhtoday.com - Dalam waktu dekat ini pemerintah akan melakukan pembahasan penerapan sanksi dalam program BPJS terutama Kesehatan.hal tersebut dikatakan Nasrudin selaku Direktur Litigasi Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Hukam dan HAM.
Lembaga Intasi yang terlibat seperti BPJS Kesehatan, Kementrian Perdagangan, Kementrian Dalam Negri dan Kepolisian akan menggelar rapat pertemuan dalam penerapan sanksi yang dapat dijatuhkan bagi orang yang melanggar regulasi terkait
BPJS berupa administrasi, denda dan pidana. Untuk itu dalam penerapan
sanksi, terutama administratif, BPJS Kesehatan harus menjalin kerjasama
dengan berbagai lembaga pemerintah yang menggelar pelayanan publik.
Seperti Kepolisian terkait dengan pengurusan izin mengemudi (SIM).
Mengacu pasal 17 UU No. 24 Tahun 2011
tentang BPJS, Nasrudin menjelaskan, pemberi kerja selain penyelenggara
negara yang tidak mendaftarkan dirinya dan pekerjanya menjadi peserta
BPJS serta tidak memberi data yang benar maka dijatuhi sanksi
administratif. “Berupa teguran tertulis, denda dan atau tidak mendapat
pelayanan publik tertentu,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Rabu
(17/12).
Sanksi pidana, dikatakan Nasrudin, sebagaimana pasal 55 UU BPJS dapat
diberikan kepada pemberi kerja yang tidak menunaikan kewajibannya
membayar iuran kepada BPJS. Pidana yang dijatuhkan berupa penjara paling
lama 8 tahun atau denda Rp.1 Milyar. “Untuk mencegah potensi
penggelapan. Dikhawatirkan pemberi kerja tidak langsung menyetorkan uang
yang dipungutnya ke BPJS atau jumlah setoran tidak sesuai dengan gaji
pekerja,” tukas Nasrudin.
Nasrudin mengingatkan agar perusahaan segera mendaftarkan diri dan
pekerjanya menjadi peserta BPJS, khususnya Kesehatan. Mulai 1 Januari
2015 sanksi itu secara bertahap mulai diterapkan. Ia memperkirakan untuk
tahap awal, BPJS Kesehatan akan melayangkan surat teguran kepada
pemberi kerja yang melanggar ketentuan.
Nasrudin menambahkan BPJS mendata pemberi kerja atau perusahaan mana
saja yang belum mendaftar menjadi peserta BPJS. Itu dapat diketahui saat
orang yang bersangkutan hendak menggunakan jasa pelayanan publik.
Sebab, ketika orang yang bersangkutan belum menjadi peserta BPJS
Kesehatan maka tidak bisa mendapat pelayanan publik tertentu.
Selanjutnya, dari data itu BPJS Kesehatan bisa melayangkan surat
teguran kepada orang tersebut. “Sanksi-sanksi itu sebagai upaya
mendorong kepatuhan, agar kewajiban yang ada di UU dilaksanakan
perusahaan (pemberi kerja),” urai Nasrudin.
Sebelumnya, Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS
Kesehatan, Ikhsan, membenarkan ada penerapan sanksi yang dapat
dijatuhkan kepada pihak yang melanggar ketentuan tentang BPJS. Seperti
tidak bisa mendapat pelayanan publik untuk membuat SIM dan paspor.
Namun, penjatuhan sanksi itu hanya dapat dilakukan oleh unit pelayanan
publik yang bersangkutan. Misalnya, untuk SIM berkaitan dengan
Kepolisian dan pemerintah daerah. Untuk itu BPJS Kesehatan harus
menjalin kerjasama terlebih dulu dengan berbagai unit pelayanan publik
tersebut. “Untuk saat ini kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk
membuat SIM, paspor dan perizinan lainnya belum berlaku,” ucapnya.
Sampai saat ini Ikhsan mencatat BPJS Kesehatan belum menjalin
perjanjian kerjasama dengan unit pelayanan publik manapun. Tapi ia
mengimbau agar masyarakat segera mendaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan karena kepesertaan BPJS sifatnya wajib. “Masyarakat harus
menjadi peserta BPJS Kesehatan selagi sehat, sebelum sakit,”pungkasnya. (sumber Hukum online.com)