Tenggarong,Buruhtoday.com - Akibat banyaknya perusahaan tambang batu bara yang merumahkan karyawannya dengan tidak melakukan pembayaran uang pesangon sesuai dengan aturan, mengundang kemarahan bagi seluruh mantan karyawan tersebut melakukan unjuk rasa di depan kantor DPRD Kukar.
Dalam aksinya, mantan karyawan PT Fajar Bumi Sakti (PT FBS) ini meminta DPRD kukar agar menekan managemen perusahaan menuntaskan seluruh pembanyaran uang pesangon yang tertunda selama lima tahun belakangan terahir.
Sebelumnya tiga supir perusahaan tambang batu bara yakni, Sabrani,Murhansyah, dan Sugimin. yang di PHK dan sampai saat ini pembanyaran uang pesangonnya.
Kekecewaan terpancar diraup wajah ke tiga (3) mantan karyawan itu, karena selama ini mereka menuntut uang pesangon jumblahnya sampai puluhan juta rupiah belum juga di indahkan perusahaan dan pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja tidak serius dalam melakukan tidakannya.
Sementara aksi unjuk rasa yang sama juga dilakukan ratusan buruh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Muara Kaman, mereka
juga menuntut uang pesangon. Selasa kemarin, di
Disnakertrans Kukar.
Permasalahan terjadi karena karyawan pihak managemen merumahkan karyawan secara bergelombang. mulai dari 99 orang, 82
orang, kemudian 15 orang, dan 11 orang. Alasan pihak managemen cukup klasik, " biaya produksi
lebih besar dari penghasilan. Akibatnya pilihan merumahkan karyawan
untuk merampingkan anggaran." alasan perusahaan itu.
Perwakilan buruh ini juga menilai Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kukar tidak berpihak pada yang benar, mereka menuduh
Disnakertrans dianggap berkonspirasi dengan perusahaan,
"Setiap ada
permasalahan, Anjuran yang dikeluarkan selalu berat sebelah,
menguntungkan perusahaan " kata salah satu perwakilan buruh itu.
Pemicu ketidakjelasan pembayaran pesangon ini
adalah karena data karyawan yang tidak konkret, manageman perusahaan kelapa sawit itu
baru mendaftarkan karyawan dalam program Jamsostek pada tahun 2012 silam, sementara perusahaan sudah beroperasi sejak 2007, Dalam Undang-Undang Nomor 7/1981 mewajibkan setiap
perusahaan melaporkan pegawai/karyawannya kepada Disnakertrans paling lambat 30 hari
sejak beroperasi.
“ Mereka baru diakui sejak 2012 didaftarkan Jamsostek. Ini salah, tapi tak ada sanksi dari pemerintah,” tegas Muhib.
Para pekerja juga diberi pesangon sekali saja. dan seharusnya dalam perhitungan uang pesangon tersebut diberlakukan Undang-Undang Nomor 13/2003 pasal 167 ayat 5
yakni pesangon dibayar dua kali ketentuan sehingga pesangon per orang sekira Rp 52
juta,” jelasnya.
Ditempat terpisah, Kepala Disnakertrans Assobirin menuturkan, instansinya
bukanlah pengadilan. putusan dari Disnakertrans bukan ketetapan
melainkan anjuran.
“ Silakan komplain anjuran kami. Sehingga ada
perbaikan kembali. Tahap akhir permasalahan ada di sidang Perselisihan
Hubungan Industrial (PHI),” tegasnya.
Ia membantah dugaan konspirasi. Sebab, perusahaan dipanggil tak pernah datang.
“ Managernya saja saya tidak kenal, ” ungkap dia.
Menurut Assobirin, untuk menyelesaikan permasalahan data karyawan,
seharusnya Dinas Pertambangan dan Dinas Perkebunan tidak memberikan izin
kepada perusahaan bila tidak ada syarat kebutuhan tenaga kerja dan
jumlah tenaga kerja.
“ Kalau sudah ada baru boleh keluar izin. Itu harus
dilaporkan ke kami,”lanjutnya.
“ Sanksi terberat ya rekomendasi pencabutan izin ke Bupati,” tegasnya.
(red / sumber Kaltim pos.co.id)