Buruhtoday.com - Tiga buruh melakukan perlawanan saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan direksi Perusahaan Daerah Kahyangan milik Pemkab Jember, mereka merupakan pengurus serikat buruh Forum Komunikasi Pekerja Antar Kebun (FKPAK).
Akibat dari PHK tersebut, mereka mengadu ke panitia khusus di DPRD Jember, Jumat (27/3/2015). Tiga orang aktivis yang diphk itu adalah Wahyu Baskoro (ketua sektor kantor direksi), Sulyono (sekretaris sektor kantor direksi), dan Abidin (sekretaris FKPAK).
Akibat dari PHK tersebut, mereka mengadu ke panitia khusus di DPRD Jember, Jumat (27/3/2015). Tiga orang aktivis yang diphk itu adalah Wahyu Baskoro (ketua sektor kantor direksi), Sulyono (sekretaris sektor kantor direksi), dan Abidin (sekretaris FKPAK).
Direksi Kahyangan memecat lebih dulu Sulyono pada Oktober 2014. Berikutnya, Wahyu dan Abidin dipecat pada Maret 2015, saat tengah mengadvokasi Sulyono.
Direktur Utama PDP Kahyangan Sujatmiko mengatakan, ketiga orang itu dipecat karena mangkir kerja selama sebulan lebih. Namun Ketua FKPAK Dwi Agus Budianto menilai ada yang keliru dalam prosedur pemecatan.
Sebenarnya pemecatan Sulyono sudah masuk dalam proses penyelesaian tripartit di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jember. Dua kali diundang, direksi Kahyangan tak mengirimkan perwakilan. Perwakilan direksi baru hadir pada undangan ketiga."Tapi itu pun minta agar ada penundaan," kata Dwi. Selama proses itulah, Wahyu dan Abidin melakukan pendampingan.
Direksi menggunakan undang-undang ketenagakerjaan pasal 161 dan 168 sebagai alasan pemecatan. Namun Dwi mengingatkan, bahwa dalam pasal 151, pengusaha, pekerja, dan pemerintah mengusahakan agar PHK tak terjadi. Jika PHK tak bisa dihindari, maka wajib ada perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja. Apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja, setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dalam konteks kasus ini, proses penyelesaian masalah PHK baru dilakukan pada Sulyono, dan bukan pada Wahyu dan Abidin. "Surat PHK untuk Sulyono justru muncul di tengah-tengah perundingan," kata Dwi.
Sujatmiko menyatakan, tak akan ada titik temu antara buruh dan direksi karena sama-sama menggunakan landasan pasal. "Saya tetap yakin perusahaan sudah menjalankan undang-undang. Silakan diuji apakah persepsi perusahaan sudah benar," katanya.
Direktur Utama PDP Kahyangan Sujatmiko mengatakan, ketiga orang itu dipecat karena mangkir kerja selama sebulan lebih. Namun Ketua FKPAK Dwi Agus Budianto menilai ada yang keliru dalam prosedur pemecatan.
Sebenarnya pemecatan Sulyono sudah masuk dalam proses penyelesaian tripartit di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jember. Dua kali diundang, direksi Kahyangan tak mengirimkan perwakilan. Perwakilan direksi baru hadir pada undangan ketiga."Tapi itu pun minta agar ada penundaan," kata Dwi. Selama proses itulah, Wahyu dan Abidin melakukan pendampingan.
Direksi menggunakan undang-undang ketenagakerjaan pasal 161 dan 168 sebagai alasan pemecatan. Namun Dwi mengingatkan, bahwa dalam pasal 151, pengusaha, pekerja, dan pemerintah mengusahakan agar PHK tak terjadi. Jika PHK tak bisa dihindari, maka wajib ada perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja. Apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja, setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dalam konteks kasus ini, proses penyelesaian masalah PHK baru dilakukan pada Sulyono, dan bukan pada Wahyu dan Abidin. "Surat PHK untuk Sulyono justru muncul di tengah-tengah perundingan," kata Dwi.
Sujatmiko menyatakan, tak akan ada titik temu antara buruh dan direksi karena sama-sama menggunakan landasan pasal. "Saya tetap yakin perusahaan sudah menjalankan undang-undang. Silakan diuji apakah persepsi perusahaan sudah benar," katanya.
(sumber beritajatim.com)