Jakarta,Buruhtoday.com - Sejumlah buruh dari berbagai Elemen di Jakarta melakukan aksi unjuk rasa untuk memprotes tindakan pemerintah yang telah memberlakukan aturan Jaminan Hari Tua (JHT) pada tanggal 1 Juli 2015 lalu. Para buruh menuntut dana JHT yang bisa dicairkan sebelum pensiun agar anggkanya diperbesar.
"Kami mendesak pemerintah menetapkan penarikan dana JHT minimal sebesar 80 persen dari saldo dan bukan 10 persen dari saldo," kata Pimpinan Kolektif Komite Persiapan-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP-KPBI) Ilhamsyah dalam siaran pers yang diterima detikcom, Jumat (3/7/2015).
Dalam aturan baru, JHT hanya bisa diambil 10 persen setelah 10 tahun bekerja dan baru bisa diambil 100 persen setelah 56 tahun. Padahal, dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), tak disebutkan persen dana yang bisa dicairkan.
Seiring protesnya, buruh juga berjuang lewat jalur hukum. Elemen buruh akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. Selain itu, buruh juga mendesak DPR menggunakan hak interpelasinya terkait PP tersebut.
"Kami akan desak DPR RI menggunakan hak interpelasinya," pungkas Ilham.
Soal angka 10 persen itu diakui Menaker Hanif Dhakiri memang tak diatur dalam UU SJSN. Angka 10 persen itu dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Jaminan Hari Tua.
"Dalam ketentuan UU 40/2004 tentang SJSN Pasal 37 ayat 3 ditegaskan bahwa pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun. Pengaturan lebih lanjut tertuang dalam PP JHT yang baru hanya menjabarkan kata 'sebagian' yaitu dana bisa diambil 30 persen untuk uang perumahan dan 10 persen untuk lainnya. Selebihnya bisa diambil pada saat peserta tidak lagi produktif sebagaimana penjelasan di atas. PP JHT tentu saja tidak mungkin menabrak UU SJSN itu," ujar Hanif.
"Kami mendesak pemerintah menetapkan penarikan dana JHT minimal sebesar 80 persen dari saldo dan bukan 10 persen dari saldo," kata Pimpinan Kolektif Komite Persiapan-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP-KPBI) Ilhamsyah dalam siaran pers yang diterima detikcom, Jumat (3/7/2015).
Dalam aturan baru, JHT hanya bisa diambil 10 persen setelah 10 tahun bekerja dan baru bisa diambil 100 persen setelah 56 tahun. Padahal, dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), tak disebutkan persen dana yang bisa dicairkan.
Seiring protesnya, buruh juga berjuang lewat jalur hukum. Elemen buruh akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. Selain itu, buruh juga mendesak DPR menggunakan hak interpelasinya terkait PP tersebut.
"Kami akan desak DPR RI menggunakan hak interpelasinya," pungkas Ilham.
Soal angka 10 persen itu diakui Menaker Hanif Dhakiri memang tak diatur dalam UU SJSN. Angka 10 persen itu dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Jaminan Hari Tua.
"Dalam ketentuan UU 40/2004 tentang SJSN Pasal 37 ayat 3 ditegaskan bahwa pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun. Pengaturan lebih lanjut tertuang dalam PP JHT yang baru hanya menjabarkan kata 'sebagian' yaitu dana bisa diambil 30 persen untuk uang perumahan dan 10 persen untuk lainnya. Selebihnya bisa diambil pada saat peserta tidak lagi produktif sebagaimana penjelasan di atas. PP JHT tentu saja tidak mungkin menabrak UU SJSN itu," ujar Hanif.
(Sumber detikNews)