Batam,Buruhtoday.com - Pesidangan kasus dugaan penggelapan jabatan di Hotel Batam City Condotel(BCC) yang digelar di Pengadilan Negeri Batam, Rabu(8/7/2015) pukul 13.00 WIB, Menemukan fakta baru.
Rosina Manullang, saksi fakta dari Ditjen Binapenta Kemenakertrans RI yang dihadirkan penasehat hukum Conti Chandra dipersidangan mengungkapkan bahwa posisi Direktur Utama PT Bangun Megah Semesta(BMS) yang dijabat Toh York Winston(Warga Negara Singapura) tidak memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing(IMTA) dari Kemenakertrans RI.
“Berdasarkan data base yang ada, Winston tidak terdaftar sebagai Direktur Utama, tapi hanya sebagai General Manager pada tahun 2012. Sampai saat ini tidak ada Winston terdaftar sebagai Direktur Utama,” ujarnya menjawab pertanyaan penasehat hukum Conti Chandra, Alfonso Napitupulu.
Ketika ditanyakan Alfonso apakah ada lembaga lain yang bisa mengeluarkan IMTA untuk tenaga kerja asing, Rosina menegaskan bahwa untuk pengurusan IMTA baru harus diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi(Kemenakertrans), sedangkan untuk perpanjangan bisa diterbitkan di daerah.
“Adanya perubahan jabatan Winston menjadi Direktur Utama harusnya diterbitkan IMTA baru di Kementerian Tenaga Kerja,” jelasnya.
Rosina juga menegaskan bahwa sanksi hukum bagi Tenaga Kerja Asing yang tidak memiliki IMTA adalah denda Rp 200juta sampai Rp 400 juta atau kurungan penjara 1-4 tahun.
Setelah mendengarkan keterangan saksi, persidangan kemudian dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan dari terdakwa Conti Chandra.
Alfonso Napitupulu ketika dikonfirmasi seusai persidangan menegaskan bahwa keterangan saksi fakta dari Kemenakertrans ini mengatakan bahwa sejak awal inilah yang dipertanyakan terkait legal standing Winston sebagai pelapor pada kasus ini.
“Sekarang sudah terkuak dengan hadirnya saksi fakta tadi,” jelasnya.
Ditegaskannya bahwa Winston tidak pernah mempunyai IMTA dalam posisinya sebagai Direktur Utama PT Bangun Megah Semesta(BMS).
“Kalau tidak punya IMTA, bagaimana mungkin dia punya legalitas untuk melaporkan kasus ini? terangnya.
Menurutnya Tenaga Kerja Asing(TKA) yang tidak memiliki izin sangat jelas ancaman hukumannya. “Kalau mau pidanakan Winston sudah ada dasarnya,” ujarnya.
Alfonso menambahkan pernyataannya yang telah dirilis swarakepri.com pada berita sebelumnya yang berjudul “Bareskrim Polri Disebut Terbitkan SP3 Bodong” yang mengatakan SP3 Bodong dikeluarkan Bareskrim Polri karena Wakabeskrim dan Dir Tipideksus Bareskrim mau pensiun dicabut.
“Statemen saya soal SP3 dikeluarkan karena Wakabeskrim dan Dir Tipideksus Bareskrim Polri mau pensiun saya cabut,”tegasnya.
Dalam persidangan sebelumnya Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia(UII), Dr Muzakir SH MH menegaskan bahwa kasus dugaan pengelapan dalam jabatan didakwakan kepada Conti Chandra tidak memiliki legal standing.
“Dalam penggunaan suatu dana korporasi, untuk melaporkan adanya tindakan pidana harus didahului dengan RUPS. Dan sebelum RUPS harus ada pertanggungjawaban keuangan. Pertanggungjawaban tersebut melalui audit keuangan,” ujarnya saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli pada di Pengadilan Negeri Batam, Rabu(1/7/2015).
Ia juga mengatakan rekening pribadi yang digunakan oleh terdakwa Conti Chandra untuk kebutuhan perusahaan tidak bisa dikatakan penggelapan selama itu bisa dipertanggungjawabkan.
“Itu bukan pidana tapi pelanggaran administrasi,” jelasnya menjawab pertanyaan Alfonso Napitupulu selaku penasehat hukum terdakwa.
Ketika ditanyakan Alfonso soal terkait kertas coret-coret yang dijadikan JPU sebagai alat bukti, Muzakir menegaskan kertas itu tidak bisa dijadikan alat bukti karena dalam korporasi harus ada pertanggungjawaban keuangan.
“Tidak bisa dijadikan alat bukti karena tidak punya nilai kekuatan,” tegasnya.
Terkait akte jual beli saham nomor 3,4,5 kepada Tjipta Fudjiarta yang diduga digelapkan terdakwa yang dianggap cacat hukum oleh penasehat hukum terdakwa, Muzakir menegaskan hal tersebut tidak bisa dijadikan obyek penggelapan karena terdakwa merupakan pemegang saham di PT BMS.
Ia juga menegaskan ketiga akte tersebut tidak digelapkan oleh terdakwa karena telah diserahkan ke Mabes Polri atas kasus dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan Tjipta Fudjiarta.
“Kalau benar akta itu dijadikan alat bukti oleh Polisi, akta itu ada dan disimpan. Hal itu tidak termasuk klasifikasi perbuatan tindak pidana penggelapan,” jelasnya.
Lebih lanjut Muzakir juga menegaskan bahwa jika benar Notaris Anly Cenggana sengaja menyerahkan akta itu kepada Conti Chandra selaku Direktur Utama PT BMS saat itu, maka terdakwa tidak melanggar hukum.
“Terdakwa juga punya hak untuk menyimpan akte itu karena masih punya saham di PT BMS,” ujarnya. (red/Amok)