Jakarta,Buruhtoday.com - Sebanyak 1.500 buruh menggelar aksi konvoi bermotor dengan menggunakan atribut serba merah dengan mengelilingi pelabuhan Tanjung Priok. Hal itu digelar Komite Persiapan- Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP-KPBI) pasca aksi unjuk rasa yang akan dilakukan pada tanggal 1 September 2015 mendatang.
Rencananya, pada tanggal 1 September nanti. Aksi tersebut mulai bergerak dari Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung pada Pukul 10.00 WIB dan dilanjutkan dengan melakukan konvoi ke Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok dan berakhir di Gedung Serba Guna Semper.
Aksi unjuk rasa tersebut juga dilakukan untuk menuntut agar sistem kerja kontrak dan outsourching dihapuskan, karena dinlai sangat merugikan para kaum buruh.
Ketua Kolektif KP-KPBI Jakarta. Nurdin, sistem kerja kontrak dan outsourching yang diterapkan, membuat buruh menjadi terabaikan hak dan kesejahteraannya. Dimana buruh dapat dipekerjakan dengan bebas oleh para pemilik modal.
Penerapan sistem kerja kontrak dan outsourching tersebut disebabkan pemerintahan dari rezim ke rezim selalu memihak kepada oengusaha yang mempunyai modal besar. Yang kemudian dilegalkan penerapannya di dalam UU Ketenagakerjaan No. 13/2003.
“Sistem kerja kontrak dan outsourcing, membuat perusahaan dapat dengan seenaknya memperpanjang kontrak buruh tanpa menjadikannya sebagai karyawan tetap untuk menghindari tanggung jawab yang lebih besar dari sisi kesejahteraan,” ujar Nurdin.
Selain isu tersebut, para buruh juga menilai bahwa dalam praktek perburuhan saat ini, masih banyak bentuk-bentuk pemberangusan serikat untuk melemahkan serikat buruh. Apabila ada buruh yang kritis dan banyak menuntut terhadap perusahaan maka para pemilik modal dengan leluasa dapat melakukan pemecatan kepada buruh.
Isu dan tuntutan terkait dengan buruh perempuan juga menyeruak dalam aksi tersebut. Buruh meminta agar menghentikan dan meminta pemerintah melakukan investigasi kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam industri yang banyak menggunakan perempuan sebagai tenaga kerjanya.
Serta memberikan hak reproduksi buruh perempuan sesuai UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Konvensi dari International Labour Organization Nomor 183 Tahun 2000.
(Sumber Kabarburuh.com).
Penerapan sistem kerja kontrak dan outsourching tersebut disebabkan pemerintahan dari rezim ke rezim selalu memihak kepada oengusaha yang mempunyai modal besar. Yang kemudian dilegalkan penerapannya di dalam UU Ketenagakerjaan No. 13/2003.
“Sistem kerja kontrak dan outsourcing, membuat perusahaan dapat dengan seenaknya memperpanjang kontrak buruh tanpa menjadikannya sebagai karyawan tetap untuk menghindari tanggung jawab yang lebih besar dari sisi kesejahteraan,” ujar Nurdin.
Selain isu tersebut, para buruh juga menilai bahwa dalam praktek perburuhan saat ini, masih banyak bentuk-bentuk pemberangusan serikat untuk melemahkan serikat buruh. Apabila ada buruh yang kritis dan banyak menuntut terhadap perusahaan maka para pemilik modal dengan leluasa dapat melakukan pemecatan kepada buruh.
Isu dan tuntutan terkait dengan buruh perempuan juga menyeruak dalam aksi tersebut. Buruh meminta agar menghentikan dan meminta pemerintah melakukan investigasi kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam industri yang banyak menggunakan perempuan sebagai tenaga kerjanya.
Serta memberikan hak reproduksi buruh perempuan sesuai UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Konvensi dari International Labour Organization Nomor 183 Tahun 2000.
(Sumber Kabarburuh.com).