Jakarta,Buruhtoday.com - Ratusan buruh yang tergabung dalam, Federasi Serikat Pekerja Indonesia(FSPSI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia(FSMPMI) melakukan aksi unjuk rasa ke depan Kementrian Ketenagakerjaan(Kemenaker), Buruh mendesak Menteri Ketenagakerjaan,M Hanif Dhakiri untuk memberikan sanksi tegas kepada seluruh perusahaan yang tidak menjalankan kesehatan,keselamatan dan kerja(K3).
Buruh itu meminta pemerintah terutama Kemnaker agar tidak mudah merima melakukan kongkalikong atau suap dari perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan K3.
“Banyak perusahaan yang tidak melaksanakan K3. Kenapa pemerintah tidak tegas ?. Apa pemerintah terima suap ?” kata Muhamad Rahmad dalam orasinya di depan ratusan pekerja dan buruh serta ratusan polisi yang mengamankan aksi itu.
Para pekerja dan buruh ini melakukan unjukrasa mengenai K3 itu menyusul kecelakaan kerja yang terjadi PT Mandom Indonesia Tbk di Kawasan Industri MM 2100, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, pada Jumat 10 Juli 2015 yang menewaskan 20 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka serta di PT Gunung Garuda, Rabu (29/7), yang menyebabkan tujuh orang terbakar. Kebakaran terjadi akibat meletupnya tungku pembakaran besi sehingga menimbulkan percikan dan melukai karyawannya.
“Kecelakaan di perusahaan tersebut membuktikan pelaksanaan K3 di Indonesia hanya pepesan kosong. Pemerintah baik daerah maupun pusat dalam hal ini Kemnaker tidak becus,” kata Rahmat.
Koordinator buruh lainnya, Pujo mengatakan, Kemnaker sering berjanji agar menindak perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan K3, tetapi sepertinya janji itu tidak dilaksanakan. “Kita minta Menaker sekarang harus tegas kepada anak buahnya,” kata dia.
Sumber SP di kalangan buruh, pengawas ketenagakerjaan baik yang berada di tingkat daerah maupun Kemnaker menjadikan perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan K3 sebagai “ATM”. “Bagaimana perusahaan mematuhi UU Ketenagakerjaan soal K3, pengawasnya pada bermain. Lihatlah pengawas ketenagakerjaan pada kaya-kaya,” kata sumber itu.
Direktur K3, Ditjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Amri mengatakan, kewenangan untuk mengawasi perusahaan seperti untuk melaksanakan K3 juga berada di tingkat daerah. “Namun, sampai saat ini pemerintah daerah pada cuek,” kata dia.
Menurut Amri, pihaknya masih melakukan investigas soal kecelakaan di dua perusahaan tersebut dia atas. “Kami sudah menggelar perkara untuk kasus di dua perusahaan itu. Tapi saya berani mengatakan kasus kecelakaan kerja di dua perusahaan itu sudah pasti pelanggaran pidana yang ancamannya 15 tahun penjara,” kata dia.
Ketika disinggung mengenai banyaknya pengawas ketenagakerjaan yang menjadikan perusahaan-perusahaan nakal sebagai “ATM” pengawas ketenagakerjaan, Amri mengatakan, pihaknya memang sering mendengar hal ini. “Sepertinya pengawas di daerah melakukan itu, kalau di Kemnaker tidak. Kalau ada seperti itu Kemnaker akan saya tindak tegas,” kata dia.
“Kecelakaan di perusahaan tersebut membuktikan pelaksanaan K3 di Indonesia hanya pepesan kosong. Pemerintah baik daerah maupun pusat dalam hal ini Kemnaker tidak becus,” kata Rahmat.
Koordinator buruh lainnya, Pujo mengatakan, Kemnaker sering berjanji agar menindak perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan K3, tetapi sepertinya janji itu tidak dilaksanakan. “Kita minta Menaker sekarang harus tegas kepada anak buahnya,” kata dia.
Sumber SP di kalangan buruh, pengawas ketenagakerjaan baik yang berada di tingkat daerah maupun Kemnaker menjadikan perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan K3 sebagai “ATM”. “Bagaimana perusahaan mematuhi UU Ketenagakerjaan soal K3, pengawasnya pada bermain. Lihatlah pengawas ketenagakerjaan pada kaya-kaya,” kata sumber itu.
Direktur K3, Ditjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Amri mengatakan, kewenangan untuk mengawasi perusahaan seperti untuk melaksanakan K3 juga berada di tingkat daerah. “Namun, sampai saat ini pemerintah daerah pada cuek,” kata dia.
Menurut Amri, pihaknya masih melakukan investigas soal kecelakaan di dua perusahaan tersebut dia atas. “Kami sudah menggelar perkara untuk kasus di dua perusahaan itu. Tapi saya berani mengatakan kasus kecelakaan kerja di dua perusahaan itu sudah pasti pelanggaran pidana yang ancamannya 15 tahun penjara,” kata dia.
Ketika disinggung mengenai banyaknya pengawas ketenagakerjaan yang menjadikan perusahaan-perusahaan nakal sebagai “ATM” pengawas ketenagakerjaan, Amri mengatakan, pihaknya memang sering mendengar hal ini. “Sepertinya pengawas di daerah melakukan itu, kalau di Kemnaker tidak. Kalau ada seperti itu Kemnaker akan saya tindak tegas,” kata dia.
(Sumber Suara Pembaharuan).