Jakarta,Buruhtoday.com - Tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) di tanah air akibat dari lemahnya perekonomian Indonesia saat ini menjadi sorotan serius yang harus diselesaikan
Pemerintah melalui Dirjen Penyelesaian Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Hayani Rumondang meminta kepada industri rokok untuk menekan tingginya angka PHK yang terjadi dengan cara-cara dilakukan dialog tiga pihak yang mencakup pemerintah, industri, dan karyawan.
"Selain itu, industri juga bisa melakukan efisiensi, mengurangi fasilitas, dan memangkas lembur," kata Hayani, di Jakarta, Sabtu (3/10/2015).
Haryani berharap agar langkah PHK merupakan jalan keluar terakhir yang diambil. Sebelum itu, industri rokok harus mengupayakan cara-cara dialog yang baik. Pasalnya, potensi PHK bisa terjadi karena berbagai faktor seperti menurunnya produksi dan lain-lain.
"Untuk itu industri harus berdialog terlebih dahulu untuk mencari jalan keluar yang baik," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM (Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman) Sudarto menyatakan, pihaknya akan senang bila bisa duduk bersama pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
"Selain itu, industri juga bisa melakukan efisiensi, mengurangi fasilitas, dan memangkas lembur," kata Hayani, di Jakarta, Sabtu (3/10/2015).
Haryani berharap agar langkah PHK merupakan jalan keluar terakhir yang diambil. Sebelum itu, industri rokok harus mengupayakan cara-cara dialog yang baik. Pasalnya, potensi PHK bisa terjadi karena berbagai faktor seperti menurunnya produksi dan lain-lain.
"Untuk itu industri harus berdialog terlebih dahulu untuk mencari jalan keluar yang baik," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM (Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman) Sudarto menyatakan, pihaknya akan senang bila bisa duduk bersama pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
"Namun sayang, rencana itu sampai sekarang belum ada. Kami justru menunggu dari pemerintah," jelas dia.
Menurut dia, pihaknya sudah berdiskusi secara mendalam perihal PHK kepada industri rokok. Dari situ jelas bahwa industri memang keberatan dengan kenaikan target cukai 2016 yang terlalu tinggi dan tidak realistis.
Menurut dia, pihaknya sudah berdiskusi secara mendalam perihal PHK kepada industri rokok. Dari situ jelas bahwa industri memang keberatan dengan kenaikan target cukai 2016 yang terlalu tinggi dan tidak realistis.
"Karena industri kesulitan. Saat ini produksi menurun dan pasaran merosot, jadi tidak mungkin diberikan target tinggi," jelasnya.
Faktanya menurut Sudarto, bila setiap tahun cukai dinaikan 7-9 persen, paling tidak ada ribuan buruh yang di-PHK.
Faktanya menurut Sudarto, bila setiap tahun cukai dinaikan 7-9 persen, paling tidak ada ribuan buruh yang di-PHK.
"Dari data kami di 2013 sampai 2015 sudah ada 30.000 orang yang dirumahkan. Itu pun baru mencakup keanggotaan dari FSP RTMM, di luar keanggotaan itu bisa lebih banyak lagi. Apalagi bila sampai naik 23 persen," tambah dia.
Seperti diketahui, PHK besar-besaran pernah dilakukan oleh dua pabrikan rokok besar, yaitu HM Sampoerna pada 2014 dengan memutus karyawan sebanyak 4.900 orang dan Gudang Garam sebanyak 6.189 orang.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia Muhaimin Mufti mengaku keberatan dengan kenaikan cukai yang tinggi. Menurut Mufti, penyesuaian itu harus dilihat dari target riil di 2015. "Di tahun ini, sampai Agustus, target yang tercapai baru Rp70 triliun sampai Rp75 triliun. Bila dihitung sampai akhir tahun paling tidak pencapaian menjadi Rp115 triliun," jelasnya.
"Seperti telah kami sampaikan kepada pemerintah dan Kemenkeu dalam berbagai kesempatan, angka penerimaan cukai hasil tembakau 2016 yang realistis adalah sebesar Rp129 triliun. Jika target cukai 2016 melebihi angka Rp129 triliun, maka taruhannya adalah puluhan ribu pekerja yang ada di pabrik rokok. Harapan kami, pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan masukan industri dan memberikan perhatian serius atas permasalahan ini," pungkas Mufti.
Seperti diketahui, PHK besar-besaran pernah dilakukan oleh dua pabrikan rokok besar, yaitu HM Sampoerna pada 2014 dengan memutus karyawan sebanyak 4.900 orang dan Gudang Garam sebanyak 6.189 orang.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia Muhaimin Mufti mengaku keberatan dengan kenaikan cukai yang tinggi. Menurut Mufti, penyesuaian itu harus dilihat dari target riil di 2015. "Di tahun ini, sampai Agustus, target yang tercapai baru Rp70 triliun sampai Rp75 triliun. Bila dihitung sampai akhir tahun paling tidak pencapaian menjadi Rp115 triliun," jelasnya.
"Seperti telah kami sampaikan kepada pemerintah dan Kemenkeu dalam berbagai kesempatan, angka penerimaan cukai hasil tembakau 2016 yang realistis adalah sebesar Rp129 triliun. Jika target cukai 2016 melebihi angka Rp129 triliun, maka taruhannya adalah puluhan ribu pekerja yang ada di pabrik rokok. Harapan kami, pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan masukan industri dan memberikan perhatian serius atas permasalahan ini," pungkas Mufti.
(Sumber Metrotvnews.com).