Karyawan Pabrik Rokok Saat Bekerja (Foto Int). |
Jakarta,Buruhtoday.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makan Minuman (FSP RTMM), Sudarto menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan yang tengah digodok DPR RI berpotensi pada pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Sudarto mengatakan, ada beberapa pasal dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan cenderung memberatkan industri. Misalnya, pasal yang mengatur tentang industri harus menggunakan minimum 80% tembakau lokal.
"Seperti yang kita ketahui, produksi tembakau dalam negeri masih berkisar 180 ribu sampai 190 ribu ton per tahun, sedangkan yang dibutuhkan adalah 330 ribu ton per tahun," ujarnya kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Jumat (18/12/21015).
Menurutnya, produksi tembakau dalam negeri belum mencukupi kebutuhan pabrikan rokok. Di pasal lain, bila perusahaan tetap menggunakan tembakau impor untuk menutupi kekurangan tersebut, maka akan dikenakan cukai tiga kali lipat.
"Ini jelas tidak adil. Pabrikan dipaksa menggunakan tembakau dalam negeri, tetapi pasokannya tidak ada. Di sisi lain, jika menggunakan tembakau impor maka akan dikenakan cukai tiga kali lipat. Akibatnya, kekurangan bahan baku akan mendorong penurunan produksi dan imbasnya tentu akan menimpa para pekerja pabrikan rokok," lanjutnya.
Sudarto menambahkan, semenjak pemerintah resmi menaikkan target cukai untuk tahun depan, produksi rokok di beberapa daerah di Indonesia mulai turun drastis. Penurunannya bisa mencapai 30%.
"Bila nantinya ditambah lagi dengan beban aturan baru di RUU Pertembakauan tersebut, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK besar-besaran di kemudian hari. Di tiga tahun ke belakang sudah ada 32 ribu karyawan yang di-PHK," paparnya. (Sumber Sindonews.com).