Salah satunya masih banyak dari mereka yang tidak diikutsertakan pada program jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan / Kesehatan. Selain itu para buruh di Batam juga masih banyak digaji di bawah upah minimum kota (UMK).
Kebanyakan para buruh yang tidak merakan kesejahteraan itu adalah para pekerja di proyek-proyek galian pipa milik PGN, galian kabel PLN, galian kabel Telkom, buruh bangunan ruko dan hotel.
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, banyak para buruh proyek tersebut diperlakukan seperti sapi perahan. Sementara proyek tersebut sangat tinggi resiko kecelakaan kerja maupun dampak bagi kesehatan. Bahkan tak sedikit dapat menewaskan para buruh.
Salah seorang buruh pada proyek galian kabel PLN di daerah Sekupang mengaku sudah 9 tahun lamanya menjadi pekerja harian lepas. Selama bekerja, pihak perusahaan tidak pernah mengikutsertakan dirinya pada program BPJS Kesehatan apalagi BPJS Ketenagakerjaan.
"Selama saya kerja jadi tukang gali kabel, tidak pernah tuh diberi kartu BPJS," ujar buruh tadi seraya minta identitasnya dirahasiakan.
Ia juga mengatakan, tidak pernah tau nama perusahaan yang mendapatkan proyek. Karena para buruh selalu direkrut oleh perorangan yang mengaku sebagai pemborong di poryek tersebut
"Saya saja tidak tau nama perusahaannya, yang saya tau hanya pemborong saja." katanya.
Hal yang sama juga dirasakan Iwan (26) salah satu dari ratusan buruh bangunan yang didatangkan dari Jawa Timur untuk mengerjakan proyek gedung tinggi di bilangan Nagoya.
Iwan mengaku sudah 6 bulan dipekerjakan sebagai helper untuk membangun gedung hotel, selama bekerja dia tidak pernah mendapat kontrak kerja dan diikutsertakan program BPJS.
"Yang kita tau hanya bekerja Mas, kalau kontrak kerja dan BPJS itu tidak ada," katanya.
Iwan mengatakan pemborong memberikan gaji untuk helper sebesar Rp 80.000/hari, dan untuk kelas tukang Rp 100.000/ hari dan uang makan ditanggung sendiri. Pemborong hanya memberikan tempat tinggal gratis saja.
Lebih parahnya, pihak kontraktor tidak mau tau dengan resiko kerja yang begitu tinggi dialami para buruh bangunan. Ini terbukti pihak pemborong lepas tangan saat buruh jatuh sakit ataupun kecelakaan kerja.
"Sebenarnya parah Mas bekerja seperti ini, tapi mau gimana lagi. Kami cuma berharap tak terjadi apa-apalah saat kerja, karena kalau sakit tanggung sendiri, kalau terjadi kecelakaan kerja gaji tidak jalan Mas," ujarnya miris.(gordon)