Int. |
Buruhtoday.com - Perusahaan Chevron Indonesia Company menolak disebut melakukan pemutusan hubungan kerja(PHK) karena anjloknya harga minyak dunia. Akan tetapi Chevron membenarkan rumor rencana PHK kepada 1.700 karyawan.
"Latar belakangnya bukan hanya karena harga minyak yang rendah. Tapi sejak tahun lalu kita sudah melakukan tinjauan terhadap bisnis dan operasi di lapangan," kata Senior Vice President, Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar, kepada Kompas.com, Kamis (28/1/2016).
Menurut Yanto, Chevron saat ini sedang melakukan kajian terhadap perubahan seluruh model bisnis dan operasi. Akan tetapi, Yanto memastikan perubahan tersebut tidak akan menunda belanja modal (capital expenditure/CAPEX) ataupun efisiensi biaya operasi (operation expenditure/OPEX) di tahun ini.
"Dalam pertemuan dengan SKK Migas kita sudah menyetujui WPNB (Work Plan and Budget) 2016 yang disesuaikan dengan kondisi terkini, capital dan biaya operasinya disesuaikan dengan kondisi terkini. Kita tetap sama, tidak berubah. Kita tetap komit," tegas Yanto.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM I GN Wiratmaja Puja mengatakan, Chevron saat ini tengah merampingkan struktur organisasi dan berencana melebur dua anak usahanya di Indonesia, yaitu Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan Chevron Indonesia Company (CICO).
"Chevron memang dia punya rencana bukan PHK, tetapi memerger organisasinya. Organisasinya yang tadinya dua yang di Sumatera sama di Kalimantan Timur dimerger," ujar Wiratmaja, seperti yang diberitakan sindonews.com.
Menurut Wiratmaja, rencana merger tersebut didasari alasan adanya overlap posisi di kedua perusahaan tersebut. Sebab itu, masalah tersebut dipecahkan dengan melebur dua anak usaha ini. Apalagi, CICO sebelumnya telah memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan Blok East Kalimantan.
Memang tidak bisa dipungkiri, jatuhnya harga minyak dunia ke level USD30 per barel, atau nilai terendah dalam 12 tahun terakhir memang memberi tekanan, termasuk kepada Chevron Indonesia.
Secara global, Chevron hanya mampu meraih laba sebesar USD5,117 miliar pada laporan keuangan yang terakhir dipublikasikan perusahaan pada September 2015, turun drastis dari tahun sebelumnya yakni USD15,7 miliar.
Menghadapi keadaan tersebut, manajemen Chevron mengaku pada 2016 akan mengurangi pengeluaran untuk eksplorasi hingga 25 persen lebih rendah dari 2015. "Dengan investasi yang lebih rendah, kami mengantisipasi untuk mengurangi 6.000 - 7.000 pekerja (di seluruh dunia)," kata CEO Chevron Corporation John Watson dalam rilisnya, yang ditulis bareksa.com.
Seperti diberitakan sebelumnya, Chevron Indonesia Company memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan Blok East Kalimantan yang akan berakhir pada 24 Oktober 2018. Pengelolaan blok tersebut akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
Managing Director Cevron IndoAsia Business Unit Chuck, Taylor menyatakan, pihaknya selama ini telah mengelola Production Sharing Contract (PSC) East Kalimantan dan menyediakan suplai gas yang berkelanjutan kepada aset strategis Indonesia termasuk Kilang LNG Bontang dan Kilang Balikpapan.
"Latar belakangnya bukan hanya karena harga minyak yang rendah. Tapi sejak tahun lalu kita sudah melakukan tinjauan terhadap bisnis dan operasi di lapangan," kata Senior Vice President, Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar, kepada Kompas.com, Kamis (28/1/2016).
Menurut Yanto, Chevron saat ini sedang melakukan kajian terhadap perubahan seluruh model bisnis dan operasi. Akan tetapi, Yanto memastikan perubahan tersebut tidak akan menunda belanja modal (capital expenditure/CAPEX) ataupun efisiensi biaya operasi (operation expenditure/OPEX) di tahun ini.
"Dalam pertemuan dengan SKK Migas kita sudah menyetujui WPNB (Work Plan and Budget) 2016 yang disesuaikan dengan kondisi terkini, capital dan biaya operasinya disesuaikan dengan kondisi terkini. Kita tetap sama, tidak berubah. Kita tetap komit," tegas Yanto.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM I GN Wiratmaja Puja mengatakan, Chevron saat ini tengah merampingkan struktur organisasi dan berencana melebur dua anak usahanya di Indonesia, yaitu Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan Chevron Indonesia Company (CICO).
"Chevron memang dia punya rencana bukan PHK, tetapi memerger organisasinya. Organisasinya yang tadinya dua yang di Sumatera sama di Kalimantan Timur dimerger," ujar Wiratmaja, seperti yang diberitakan sindonews.com.
Menurut Wiratmaja, rencana merger tersebut didasari alasan adanya overlap posisi di kedua perusahaan tersebut. Sebab itu, masalah tersebut dipecahkan dengan melebur dua anak usaha ini. Apalagi, CICO sebelumnya telah memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan Blok East Kalimantan.
Memang tidak bisa dipungkiri, jatuhnya harga minyak dunia ke level USD30 per barel, atau nilai terendah dalam 12 tahun terakhir memang memberi tekanan, termasuk kepada Chevron Indonesia.
Secara global, Chevron hanya mampu meraih laba sebesar USD5,117 miliar pada laporan keuangan yang terakhir dipublikasikan perusahaan pada September 2015, turun drastis dari tahun sebelumnya yakni USD15,7 miliar.
Menghadapi keadaan tersebut, manajemen Chevron mengaku pada 2016 akan mengurangi pengeluaran untuk eksplorasi hingga 25 persen lebih rendah dari 2015. "Dengan investasi yang lebih rendah, kami mengantisipasi untuk mengurangi 6.000 - 7.000 pekerja (di seluruh dunia)," kata CEO Chevron Corporation John Watson dalam rilisnya, yang ditulis bareksa.com.
Seperti diberitakan sebelumnya, Chevron Indonesia Company memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan Blok East Kalimantan yang akan berakhir pada 24 Oktober 2018. Pengelolaan blok tersebut akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
Managing Director Cevron IndoAsia Business Unit Chuck, Taylor menyatakan, pihaknya selama ini telah mengelola Production Sharing Contract (PSC) East Kalimantan dan menyediakan suplai gas yang berkelanjutan kepada aset strategis Indonesia termasuk Kilang LNG Bontang dan Kilang Balikpapan.
Sumber Berigar.id