Batam,Buruhtoday.com - Salah satu warga Lorong Damai, Kampung Pasir Putih, Kelurahan Kibing, Kecamatan Batuaji, bernama Herbin Manik mengaku menjadi korban penganiayaan dari beberapa preman suruhan PT RIS beberapa hari lalu.
“Hari Kamis kemarin(7/4) sekitar pukul 16.30 WIB sore, saya meminta kepada SB (korlap PT RIS) untuk tidak meneruskan penimbunan karena sangat mengganggu warga. Setelah itu dia pergi dan kembali lagi dengan membawa tiga orang temannya,” ujarnya kepada AMOK Group, Sabtu (9/4/2016) sore.
Menurut Manik, SB dan tiga temannya tersebut kemudian mendatanganinya saat duduk di teras sebuah rumah yang ada di lokasi penimbunan.
“Tanpa basa-basi, mereka langsung menghampiri dan menarik saya, dan satu orang menendang saya dari belakang,” ujarnya.
Manik mengaku sempat berusaha melakukan perlawanan dan mencoba melepaskan diri. “Saya tetap melawan supaya dilepas, mau gimana lagi, saya sendiri, mereka empat orang,” bebernya.
Dia juga mengaku siseret ke arah bukit hingga sandalnya terlepas dan tangannya juga memerah.
“Mereka menyeret-nyeret saya ke atas (sambil menunjuk ke arah bukit yang ada di sebelah timbunan) sampai sandal saya terlepas. Tangan saya juga sampai merah, sudah seperti binatang saya dibuat mereka,” ucapnya.
Manik akhirnya dilepaskan setelah ibu-ibu yang ada lokasi berdatangan dan meneriaki para suruhan perusahaan tersebut.
Saat berita ini kembali diunggah, pihak PT RIS belum berhasil dikonfirmasi.
Diberitakan sebelumnya warga Lorong Damai Pasir Putih RT 02/16 samping Gereja HKBP Mahanaim, Kelurahan Kibing, Batu Aji, Batam mengeluhkan adanya intimidasi dari preman dan oknum TNI saat penggusuran yang dilakukan perusahaan pengembang PT RIS beberapa waktu lalu.
Ketua RT 02 Ahmad mengatakan sebanyak 7 dari 34 rumah telah dirubuhkan pihak pengembang setelah warga mendapat intimidasi dari oknum anggota TNI.
“Tujuh rumah yang digusur, karena sudah diancam akan dirubuhkan. Karena takut, 7 warga terpaksa menerima uang ganti rugi sebesar Rp 5 juta,” jelasnya kepada AMOK Group, Sabtu(9/4/2016) siang.
“Ini juga tanpa sepengetahuan saya sebagai RT dan RW disini saat ada penggusuran dan transaksi dengan dengan warga. Jadi saat negosiasi dengan warga, kita itu tidak dianggap sama mereka mas,” bebernya.
(red/Jef/cr 4)
“Hari Kamis kemarin(7/4) sekitar pukul 16.30 WIB sore, saya meminta kepada SB (korlap PT RIS) untuk tidak meneruskan penimbunan karena sangat mengganggu warga. Setelah itu dia pergi dan kembali lagi dengan membawa tiga orang temannya,” ujarnya kepada AMOK Group, Sabtu (9/4/2016) sore.
Menurut Manik, SB dan tiga temannya tersebut kemudian mendatanganinya saat duduk di teras sebuah rumah yang ada di lokasi penimbunan.
“Tanpa basa-basi, mereka langsung menghampiri dan menarik saya, dan satu orang menendang saya dari belakang,” ujarnya.
Manik mengaku sempat berusaha melakukan perlawanan dan mencoba melepaskan diri. “Saya tetap melawan supaya dilepas, mau gimana lagi, saya sendiri, mereka empat orang,” bebernya.
Dia juga mengaku siseret ke arah bukit hingga sandalnya terlepas dan tangannya juga memerah.
“Mereka menyeret-nyeret saya ke atas (sambil menunjuk ke arah bukit yang ada di sebelah timbunan) sampai sandal saya terlepas. Tangan saya juga sampai merah, sudah seperti binatang saya dibuat mereka,” ucapnya.
Manik akhirnya dilepaskan setelah ibu-ibu yang ada lokasi berdatangan dan meneriaki para suruhan perusahaan tersebut.
Saat berita ini kembali diunggah, pihak PT RIS belum berhasil dikonfirmasi.
Diberitakan sebelumnya warga Lorong Damai Pasir Putih RT 02/16 samping Gereja HKBP Mahanaim, Kelurahan Kibing, Batu Aji, Batam mengeluhkan adanya intimidasi dari preman dan oknum TNI saat penggusuran yang dilakukan perusahaan pengembang PT RIS beberapa waktu lalu.
Ketua RT 02 Ahmad mengatakan sebanyak 7 dari 34 rumah telah dirubuhkan pihak pengembang setelah warga mendapat intimidasi dari oknum anggota TNI.
“Tujuh rumah yang digusur, karena sudah diancam akan dirubuhkan. Karena takut, 7 warga terpaksa menerima uang ganti rugi sebesar Rp 5 juta,” jelasnya kepada AMOK Group, Sabtu(9/4/2016) siang.
“Ini juga tanpa sepengetahuan saya sebagai RT dan RW disini saat ada penggusuran dan transaksi dengan dengan warga. Jadi saat negosiasi dengan warga, kita itu tidak dianggap sama mereka mas,” bebernya.
(red/Jef/cr 4)