Batam,Buruhtoday.com - Managemen PT Raja Indosin Simandolak (RIS) melalui staff operasional lapangan, Edi Putra menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah menggunakan jasa preman untuk melakukan negoisasi persuasif kepada warga.
"Kita tidak pernah pakai jasa preman. Tapi, kita ada tim yang mendapat surat tugas dan surat kuasa khusus dari perusahaan untuk melakukan negoisasi persuasif pada warga," ucap Edi Putra kepada AMOK GROUP,Selasa(12/4/2016) siang tadi, di lokasi penggusuran tepatnya disamping Gereja HKBP Mahanaim.
Edi menjelaskan, lahan seluas 8000 meter persegi tersebut merupakan milik PT RIS sejak tahun 2000 silam. Akan tetapi, pada tahun 2010 terjadi perubahan penetapan lokasi (PL) yang dulunya diperuntukan untuk bangunan rumah susun menjadi bangunan ruko, dan tahun 2011 nomor PL keluar dan sudah direvisi.
"Permasalahan ini timbul karena warga tidak paham akan perubahan nomor Peruntukan Lokasi(PL) tahun 2010 yang sudah direvisi pada tahun 2011," jelasnya.
Ia juga mengaku bahwa penggusuran lahan yang dilakukan PT RIS sudah memenuhi prosedur yang ada. Karena sejak tahun 2014 lalu, pihaknya sudah melayangkan surat pemberitahuan dan peringatan sebanyak 3x, bahkan pertengahan 2015 lalu, dari Satpol PP juga sudah melayangkan surat kepada warga.
"Malah perundingan sudah pernah terjadi dikantor Lurah Kibing,Tembesi. Tapi saat itu, warga minta ganti rugi Rp 100 juta/rumah, dan setelah warga menyampaikan aspirasinya, mereka langsung membubarkan diri," ujarnya.
Menurut Edi, sebagian warga sudah ada menerima uang sagu hati yang ditawarkan perusahaan. Akan tetapi, masih banyak juga warga memilih bertahan karena tidak percaya akan legalitas PL yang dimiliki PT RIS.
"Warga sudah pernah mempertanyakan langsung ke BP Batam akan PL yang kita miliki, dan BP Batam mengakui bahwa lahan tersebut adalah milik PT RIS. Dan itulah sebabnya ada 7 warga yang sudah menerima tawaran kita." tutupnya.
red/don/AMOK.
"Kita tidak pernah pakai jasa preman. Tapi, kita ada tim yang mendapat surat tugas dan surat kuasa khusus dari perusahaan untuk melakukan negoisasi persuasif pada warga," ucap Edi Putra kepada AMOK GROUP,Selasa(12/4/2016) siang tadi, di lokasi penggusuran tepatnya disamping Gereja HKBP Mahanaim.
Edi menjelaskan, lahan seluas 8000 meter persegi tersebut merupakan milik PT RIS sejak tahun 2000 silam. Akan tetapi, pada tahun 2010 terjadi perubahan penetapan lokasi (PL) yang dulunya diperuntukan untuk bangunan rumah susun menjadi bangunan ruko, dan tahun 2011 nomor PL keluar dan sudah direvisi.
"Permasalahan ini timbul karena warga tidak paham akan perubahan nomor Peruntukan Lokasi(PL) tahun 2010 yang sudah direvisi pada tahun 2011," jelasnya.
Ia juga mengaku bahwa penggusuran lahan yang dilakukan PT RIS sudah memenuhi prosedur yang ada. Karena sejak tahun 2014 lalu, pihaknya sudah melayangkan surat pemberitahuan dan peringatan sebanyak 3x, bahkan pertengahan 2015 lalu, dari Satpol PP juga sudah melayangkan surat kepada warga.
"Malah perundingan sudah pernah terjadi dikantor Lurah Kibing,Tembesi. Tapi saat itu, warga minta ganti rugi Rp 100 juta/rumah, dan setelah warga menyampaikan aspirasinya, mereka langsung membubarkan diri," ujarnya.
Menurut Edi, sebagian warga sudah ada menerima uang sagu hati yang ditawarkan perusahaan. Akan tetapi, masih banyak juga warga memilih bertahan karena tidak percaya akan legalitas PL yang dimiliki PT RIS.
"Warga sudah pernah mempertanyakan langsung ke BP Batam akan PL yang kita miliki, dan BP Batam mengakui bahwa lahan tersebut adalah milik PT RIS. Dan itulah sebabnya ada 7 warga yang sudah menerima tawaran kita." tutupnya.
red/don/AMOK.