Meski sudah mahir dalam BST maupun ketrampilan menangkap dan menangani ikan, seseorang tidak bisa begitu saja menjadi ABK. Dikutip dari artikel di www.tempo.co (4/12/14) yang ditulis oleh Faiz Nashrillah, ada beberapa syarat yang harus dilalui seseorang untuk bisa menjadi ABK. Syarat tersebut dilontarkan oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Indra Priyatna.
- Calon ABK harus lolos rekruitmen. Setelah menjalani serangkaian tes fisik, bahasa, keterampilan, selanjutnya ABK akan menjalani assessment atau persiapan sebelum melakukan ujian. Untuk bisa mendapat sertifikasi, lembaga yang melakuakan serangkaian ujian tersebut, juga harus mendapat persetujuan dari pihak Pusat Pendidikan dan Latihan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
- Sertifikasi, rupanya hanya diperuntukkan untuk ABK kapal niaga bukan kapal ikan. Sertifikat untuk ABK kapal niaga dibagi menjadi dua, yaitu keahlian dan keterampilan. Sertifikat keahlian nantinya akan mempengaruhi jabatan ABK di sebuah kapal dan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Adapun sertifikat keterampilan merupakan syarat dasar dan dikeluarkan oleh lembaga atau sekolah tinggi yang mendapat otorisasi dari pemerintah.
- Setelah mendapat sertifikat, ABK disarankan untuk masuk dalam organisasi profesi seperti Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI). Melalui organisasi tersebutlah ABK bisa mendapat peluang kerja. KPI akan melakukan perjanjian dengan perusahaan yang menampung ABK, terutama di kapal-kapal asing. Perjanjian itu juga disahkan oleh Kementerian Perhubungan. Meski demikian, ABK juga bisa menjadi ABK individu sesuai pilihan masing-masing.
Sementara itu, ratusan ABK yang bekerja dipuluhan kapal penangkap ikan milik PT HLS disinyalir kuat tidak memiliki dokumen atau samasekali belum pernah mengikuti pelatihan khsusus. Mereka juga diberi upah dibawah UMK dan tidak dicover asuransi jiwa.
Salah satu mantan ABK berisial S, asal Sumatera Utara mengaku bahwa dirinya pernah bekerja sebagai ABK disalah satu kapal. Selama berlayar dirinya sangat takut akan gelombang laut, bahkan selama berlayar mereka hanya mendapat upah Rp 1 juta.
"Gaji kami berdasarkan hasil tangkapan Bang. Ya kalau hasilnya banyak, maka gaji lumayanlah," ungkap S, belum lama ini pada Buruhtoday.com.
S menceritakan keluh kesahnya salama berlayar menangkap ikan dilautan luas. Mereka bekerja seperti sapi perahan saat memuat ikan dari jaring kedalam kapal dan juga saat membongkar ikan sesudah sampainya didarat atau pelabuhan.
"Kalau kerjanya mati kalilah, makanya saya gak mau lagi ikut kapal itu bang. Sebab, kita kerja mati-matian yang enak malah Tekongnya," katanya.
Hingga berita ini diunggah, manajemen PT HLS selaku pemilik kapal yang mepekerjakan ratusan ABK tersebut belum berhasil dimintai keterangan.
red.