KONAWE - Sejumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) ketahuan tak memiliki IMTA. Mereka berdalih pengurusan izin sangat lama, inilah yang terjadi di Desa Puurui Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe. Desa/Kampung ini sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu karena ekspansi ribuan TKA asal Tiongkok.
Desa ini dulunya hanya pemukiman terpencil yang dikelilingi rawa dan
hutan belantara. Namun sejak pabrik PT VDNI beroperasi pada 2015, wajah
desa ini langsung berubah total. Sejak itu, sejumlah pekerja dari luar
desa, kecamatan berdatangan. Bahkan, pekerja dari Tiongkok juga banyak
terlihat.
Pabrik PT VDNI hanya berjarak 100 meter dari pemukiman warga Desa
Puurui. Desa ini berjarak 50 kilometer dari ibu kota Kabupaten Kendari. Berdasarkan data
yang di peroleh, sebelum serbuan TKA asal Tiongkok pada 2015 lalu di
PT VDNI, beberapa perusahaan di Sulawesi Tenggara sudah lebih dulu
mempekerjakan tenaga asing.
Seperti pada catatan Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi Sultra, saat ini ada 14
perusahaan di Sultra yang menggunakan jasa TKA. Data hingga 30
Oktober 2017, jumlah TKA di Sultra mencapai 1.032 orang yang terdiri
dari 974 laki-laki dan 58 perempuan atau sekitar 1,13 persen dari total
tenaga kerja sektor informal di Sultra yang kurang lebih 800 ribu orang.
Seperti pantauan dilapangan beberapa pekan lalu, ratusan pekerja memenuhi jalan yang ada di Desa Puurui Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe Jumat (22/12/2017) sore. Di antara ratusan itu, tak hanya pekerja lokal tapi banyak pekerja asal Tiongkok.
"Jam segini mereka pulang sambil cari makan," kata Yustin, salah satu warga Desa Puurui.
Menurut Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Nakertrans Sultra Makner Sinaga, para pekerja asing ini bekerja di perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan dan perkebunan. Perusahaan yang paling banyak mempekerjakan TKA adalah perusahaan pertambangan PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) yang berada di Kecamatan Morosi. Perusahaan pemurnian nikel ini, berdasar data Disnakertrans, mempekerjakan sebanyak 742 orang TKA asal Tiongkok. Jumlah itu terdiri dari 684 laki-laki dan 58 orang perempuan. Dari jumlah itu, Disnakertrans pernah menemukan 210 orang statusnya ilegal. Berdasarkan temuan mereka, perusahaan itu tidak mengantongi dokumen izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA).
"Itu temuan di Agustus 2017 lalu. Yang punya IMTA hanya 532 dan yang tidak memiliki IMTA harus dikeluarkan dari perusahaan," kata Makner Sinaga.
Seharusnya, kata Makner, sebelum bekerja, perusahaan harus mengusulkan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Setelah disetujui, maka Kementerian akan mengeluarkan IMTA kepada TKA yang akan digunakan di perusahaan. Dinas pernah mengonfirmasi masalah ini ke PT VDNI. Berdasarkan pengakuan mereka, langkah itu dilakukan karena perusahaan mengaku rugi.
"IMTA sudah diurus di Jakarta, tapi belum keluar. TKA ini langsung masuk kerja di perusahaan," katanya.
Menurut Makner, mereka yang mengantongi izin biasanya tidak sampai enam bulan. Setelah selesai mereka pulang dan ganti pekerja yang baru. "Mereka mendatangkan sesuai keahlian mereka," katanya.
Makner mengakui selama ini pihaknya belum maksimal dalam mengawasi penggunaan tenaga kerja asing ini. Pasalnya, saat ini ada 7.252 perusahaan di wilayahnya. Sementara jumlah pegawainya hanya ada 25 orang. "Harusnya kebutuhan pegawai sampai 120 orang," ujarnya.
Ekspansi TKA Tiongkok pada sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara dalam kurun satu tahun terakhir cukup besar. Kantor Imigrasi Kelas I Kendari mencatat, dalam kurun waktu Januari hingga November 2017, tercatat ada 15.950 warga Tingkok yang mengurus izin tinggal kunjungan.
Jumlah itu terdiri dari 15.471 laki-laki dan 479 perempuan. Kebanyakan, mereka masuk di Sultra dengan tujuan pembicaraan bisnis di PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI). Selain mengajukan izin tinggal kunjungan, beberapa di antaranya mengurus izin tinggal terbatas. Yaitu, sebanyak 716 orang yang terdiri dari 672 laki-laki dan 44 perempuan.
"Mereka mengurusnya tidak bersamaan. Kadang berselang bulan," kata Kepala Kantor Imigrasi Kendari Adhar MH, Kamis (28/12/2017).
Kuat dugaan, izin tinggal kunjungan ini hanya menjadi modus mereka sebagai pintu masuk untuk bekerja di Indonesia. Sebab, izin tinggal kunjungan ini bisa saja berubah menjadi izin tinggal tetap. Para TKA ini, kata Adhar, datang di Indonesia memegang visa kunjungan. Namun jika ada yang mensponsori, misal bekerja di perusahaan tambang, maka mereka akan memperpanjang menjadi izin tinggal kunjungan.
"Visa kunjungan bukan untuk bekerja. Tapi proses untuk bekerja. Mereka bisa mengurus kartu izin tinggal kunjungan dan izin tinggal tetap," katanya.
Izin tinggal tetap ini biasanya diurus oleh pimpinan perusahaan yang kurang lebih tiga tahun berada di Indonesia. Sedangkan TKA yang hanya bekerja dalam jangka waktu enam bulan, biasanya hanya mengurus kartu izin tinggal kunjungan. Dengan ketatnya prosedur di Imigrasi ini, kata Adhar, sangat tidak mungkin ditemukan adanya TKA ilegal. Apalagi sebelum masuk di Kendari, para TKA ini melewati dulu tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) di Bandar Udara Internasional.
"Setiap orang keluar dan masuk harus melapor. Akan dikontrol lewat BCM (Boarding Control Managemen). Disitu akan ketahuan siapa yang lewat visanya. Kalau sudah lewat, maka akan ada denda," ujarnya.
Sementara itu, Direktorat Wilayah III Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal,
Wisnu Wijaya Soedibjo juga membantah adanya ribuan pekerja asal Tiongkok
yang bekerja di PT VDNI ini. "Jumlahnya enggak sampai 1.000," katanya.
Tenaga
kerja Tiongkok itu, kata Wisnu, dimanfaatkan untuk menjalankan
peralatan yang berasal dari negara mereka. Misalnya, mereka memang bata
tungku. "Untuk melapis tungkunya itu ada khusus memasangnya ada
orang-orang Cina," tuturnya.
PT VDNI yang hadir sejak 2015 merupakan salah satu perusahaan tambang di Sultra yang paling banyak mempekerjakan TKA asal Tiongkok. Perusahaan ini 100 persen sahamnya dimiliki Tiongkok. Investasinya kurang lebih US$5 juta. Sejak membangun pabrik itu, perusahaan ini rajin mendatangkan pekerja asal Tiongkok. Bahkan menurut informasi yang kami dapat, pekerja yang datang bukan hanya yang berkeahlian tapi juga pekerja kasarnya yang mestinya bisa dilakukan tenaga lokal.
Namun soal pekerja Tiongkok yang kabarnya melakukan pekerjaan penimbunan dibantah perusahaan. "Mereka hanya datang untuk membangun pabrik, setelah itu kembali ke negaranya," kata Deputi Branch Manager PT VDNI Achmad Khairullah Widjan, Kamis (21/12/2017)lalu.
Pria yang akrab disapa Nanung ini mengaku pemakaian tenaga kerja asal tiongkok ini karena bahan bangunan untuk bangunan smelter itu menggunakan bahan dari Cina. "Hanya mereka yang tahu pasang. Kontraktornya juga mau kerjakan itu asal menggunakan pekerjanya," katanya.
Pertimbangan lain, kata dia, etos kerja orang Cina jauh lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja lokal. Pun dengan pengetahuannya. Orang Tiongkok, kata dia, bekerja sangat disiplin. Mereka bekerja mulai pukul 07.00 WITA dan istrahat makan pada pukul 11.00. Setelah itu, lanjut pada pukul 13.00 dan selesai pada pukul 16.00. "Perusahaan memfokuskan ketepatan dan percepatan pembangunan smelter," katanya.
Para pekerja Tiongkok itu, kata Nanung, hanya sementara di Indonesia. Setelah selesai pekerjaannya mereka kembali ke negaranya. Sebelum itu, mereka juga mentransfer pengetahuan kepada pekerja lokal dalam mengoperasikan pabrik. Namun Nanung mengakui, para pekerja itu belum memiliki izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA). Saat ketahuan mereka belum mengantongi IMTA, kata Nanung, perusahaan langsung memulangkan mereka.
Nanung menolak jika pekerjanya itu disebut ilegal. Disebut ilegal, kata dia, bila mereka tidak memiliki dokumen lengkap. Di PT VDNI, sebutnya, seluruh TKA memiliki dokumen imigrasi dan melalui jalur resmi. Berdasarkan data perusahaan, jumlah TKA asal Tiongkok yang bekerja di PT VDNI sebanyak 632 orang. Mereka fokus pada penyelesaian pabrik smelter 2 dan 3 termasuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Rencananya, pada awal tahun ini akan ada tambahan TKA asal Tiongkok sebanyak 500 orang. Mereka akan mengerjakan satu pabrik lainnya di luar area PT VDNI. Pabrik yang baru akan dibangun ini, tidak hanya memurnikan nikel tetapi sampai pada produksi bahan jadi berupa stainless steel.
Suplayer bahan bakunya akan diambil dari perusahaan tambang lokal di Sultra, termasuk dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah termasuk dari Maluku sekitaran Pulau Halmahera. (Sumber Beritagar.id)
red.
Post Top Ad
Selasa, 30 Januari 2018
Ribuan TKA Menjamur di Kabupaten Konawe, Banyak Yang Ketahuan Tak Miliki IMTA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar