Ilustrasi/net |
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan pelanggaran tidak dibayarkannya THR pekerja mencapai 219 aduan atau sekitar 70,3 persen dari total sebanyak 412 aduan yang masuk ke Posko Pengaduan THR kementeriannya pada tahun lalu.
Sisanya sebanyak 122 aduan dilontarkan pekerja karena perusahaan membayar THR kurang dari ketentuan yang seharusnya didapat pekerja.
Setidaknya ada tiga hal yang membuat perusahaan masih melakukan pelanggaran terkait pemberian THR. Pertama, kurang tersosialisasi oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan.
Kedua, kurangnya pengawasan dan pemberian sanksi kepada perusahaan yang belum membayarkan THR. Ketiga, kurangnya kesadaran dari perusahaan untuk membayarkan THR.
"Tapi kami minta agar perusahaan tetap membayarkan THR sesuai dengan aturan, baik dari sisi waktu maupun besaran pembayaran yang harus diberikan ke pekerja, karena itu hak pekerja," ujar Hanif di kantornya, Senin (28/5).
Selanjutnya, berdasarkan persebaran wilayah, Hanif mengatakan sekitar 48 persen aduan pelanggaran THR berasal dari pekerja di Pulau Jawa, mulai dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Jawa Timur.
Diikuti Pulau Sumatra 6,06 persen, Kalimantan 3,39 persen, dan masing-masing 0,24 persen di Sulawesi Tenggara, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur. Sedangkan 41,5 persen aduan lainnya tanpa identitas.
"Makanya, kami minta masalah identitas ini diberitahu, karena masih ada yang tidak jelas, sehingga menyulitkan verifikasi. Padahal, data pelapor kami rahasiakan," imbuhnya.
Namun, setidaknya Hanif mencatat bahwa sekitar 91,26 persen pengadu merupakan perseorangan, sisanya berbentuk kelompok. Sementara itu, berdasarkan institusi yang dilaporkan, sekitar 71,84 persen merupakan Perseroan Terbatas (PT). Diikuti, yayasan 6,06 persen, badan usaha perseorangan atau grup 4,12 persen, dan lainnya tanpa keterangan 17,96 persen.
Kendati masih ada perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap pemberian THR kepada pekerja, namun Hanif mengklaim bahwa jumlah pelanggarannya sudah berkurang. "Karena jumlah aduannya berkurang dari tahun ke tahun," tekannya.
Sebagai pembanding, Hanif bilang jumlah pengaduan pada 2016 mencapai 557 aduan yang dihimpun Posko Pengaduan THR dari 8 Juni 2016 sampai 5 Juli 2016. Artinya, bila dibandingkan tahun ini, aduan pelanggaran telah berkurang sekitar 26 persen.
Hanya saja, untuk terus menekan jumlah pelanggaran pemberian THR, kementerian akan terus berupaya memperketat pengawasan, termasuk melalui kerja sama dengan pemerintah daerah (pemda).
"Kami minta pemda segera menindaklanjuti Posko Pengaduan THR ini di Dinas Tenaga Kerja Provinsi maupun Kabupaten/Kota, sehingga persoalan THR yang muncul di daerah bisa diatasi. Ini kan Posko dibuka dari mulai hari ini sampai 22 Juni 2018," katanya.
Hanif bilang kementeriannya akan memperketat sanksi kepada perusahaan yang masih melakukan pelanggaran. Sanksinya, yaitu perusahaan harus membayar THR pekerja ditambah denda sebesar lima persen dari total THR yang harus diberikan. Sayangnya, Hanif enggan merinci berapa besar total nilai denda yang telah diberlakukan dari adanya aturan ini.
Lalu, kementerian juga akan menerapkan sanksi administratif berupa teguran hingga pencabutan izin. Namun, lagi-lagi datanya masih dihimpun oleh kementerian. Di sisi lain, ia berharap para pekerja tak segan mengadukan pelanggaran tersebut.
"Untuk teman-teman pekerja dan serikat pekerja yang memang ada masalah dengan pembayaran THR, kami harapkan segera lapor ke posko kami. Jangan ragu," pungkasnya.
Sumber : CNN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar