PANGKALANKERINCI - Puluhan ribu buruh perkebunan di Pelalawan mengaku kecewa dengan pemerintah Provinsi Riau dewasa ini. Mereka kecewa, pasalnya sudah tiga tahun terakhir, nasib mereka tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Mereka pun menyampaikan dukungannya kepada pasangan Firdaus-Rusli Effendi untuk memimpin Riau dan segera membuat perubahan terhadap pola kebijakan pemerintah Provinsi Riau yang dianggap tidak pro kepada pekerja/buruh perkebunan.
''Ya, kami ini sebenarnya hanya pekerja Pak, kami setiap hari di kebun. Dari tangan kami, daerah ini ikut tumbuh. Bayangkan, ada 2 juta hektare lebih kebun yang ada di Riau dan ada jutaan orang pekerja kebun di Riau. Tapi nasib kami tak pernah diperhatikan. Pemerintah Provinsi Riau seolah tak perduli tentang nasib dan kesejahteraan kami,'' ungkap Suryono,
Ketua Serikat Pekerja Pertanian Perkebunan Serikat Pekerja Bersatu Indonesia (SP3 SPSI) Pelalawan didampingi sekretarisnya, Walim Waluyan disela-sela silaturahim bersama calon gubernur Riau, DR Firdaus ST, MT, Ahad (4/6/2018) petang lalu.
Dikatakan Suryono, salah satu bentuk dari tidak perhatiannya pemerintah provinsi saat ini terhadap nasib para pekerja perkebunan adalah sampai hari ini, pemerintah belum menetapkan besaran Upah Minimum Sektor Perkebunan (UMSP). Padahal, sektor lainnya sudah ditetapkan di awal tahun.
''Mungkin buat mereka, ini tak penting, tapi bagi kami, penentuan upah minimum ini penting untuk menentukan nasib keluarga, anak dan istri,'' timpal Walim Waluyan.
Dia menambahkan, ''Bayangkan, harusnya, menjelang lebaran ini, kami sudah menerima kenaikan upah dan hak-hak minimum kami. Tapi, sampai hari ini, kami masih berpatokan pada upah tahun sebelumnya. Kami tidak tahu apa maksud dari semua ini. Tapi, ini menjadi cerminan dari bentuk kecilnya perhatian pada buruh perkebunan dan pertanian,'' imbuhnya.
Dikatakan Alim, dulu, pekerja dari seluruh Indonesia berlomba-lomba datang ke Riau karena melihat ada harapan hidup yang lebih baik. Tapi yang terjadi saat ini, setelah industri kelapa sawit mendunia, perusahaan perkebunan bisa menjadi penopang ekonomi daerah, tapi nasib pekerja kebun sawit tak juga berubah. Bahkan, untuk menyekolahkan anak pun sulit, karena upah yang masih rendah, jujur buruh kebun kecewa.
''Kami mendengarkan Pak Firdaus. Kami senang beliau komit membantu para pekerja kebun. Kami akan bekerja keras mendukung Pak Firdaus. Karena kami tahu, pak Firdaus yang komit untuk memperjungkan nasib kami,'' jelas dia lagi.
Di Riau sendiri, dikatakan Walim, ada ratusan ribu orang yang bekerja sebagai buruh perkebunan. Untuk di Pelalawan saja totalnya mencapai 50.000 orang.
Dijelaskan dia juga, soal upah minimum, idealnya pemerintah menetapkannya di awal tahun bersama dengan sektor lainnya seperti UMR, UMS Pertambangan. Sayangnya, untuk perkebunan selalu yang paling akhir. Bahkan kadang sampai bulan 5 belum ada keputusan.
''Ya, itu yang bikin kita merasa heran, sebenarnya kami ini dianggap tidak sih? Mudah-mudahanlah, karena kami sudah bertemu dan Pak Firdaus komit untuk memperjuangkan di awal tahun begitu terpilih, maka kami percayakan nasib kami ini pada Pak Firdaus. Firdaus-Rusli...Firdaus Rusli...''ungkap puluhan perwakilan SP3SPSI Pelalawan dari brbagai kebun swasta yng hadir.
Sementara disinggung tentang besaran Upah minimum yang diinginkan, Walim mengungkapkan semuanya tergantung dari kebijakan pemerintah.
''Tapi idealnya, kalau perusahaannya saja bisa tumbuh sejahtera dan memberi devisa besar bagi bangsa ini, harusnya pekerja perkebunan juga diperhatikan kesejahteraannya. Saya tak bisa menjelaskan besarannya, tapi tentulah kami ingin sebesar-besarnya. Tapi jangankan berharap itu, sekarang ini, penetapan UMSP kami saja sudah bulan enam belum juga selesai dan itu sudah berlangsung 3 tahun terakhir. Entah ada apa itu, kami pun tak tahu,'' kesal dia sembari berharap Firdaus-Rusli komit untuk hal ini.
Sumber : Go-Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar