TANJUNGPINANG - Kapal nelayan itu masih jauh. Sedang menjelajah Laut Natuna Utara. Masih beberapa jam lagi merapat ke pelabuhan. Tapi Abdul Wahab setia menunggu di Pelabuhan Pring Natuna.
Menunggu teman-temannya membawa hasil tangkapan. Hasil yang kini cukup menggembirakan. Tiga hari melaut, kadang 700 kilogram hasil laut didapat.
Sejak di Selat Lampa ada penampungan, para nelayan tak berpikir lagi soal laku atau tidak hasil mereka melaut. Sampai saat ini, selalu laku. Ikan-ikan sudah ada yang menampung.
Itu bagian dari kegembiraan Abdul Wahab. Meskipun dia dan teman-teman nelayannya berharap ada perbaikan terhadap kawasan mereka merapat. Pelantar yang belum memadai untuk tambat perahu.
Jalan masuk yang masih perlu diaspal. Juga lampu jalan yang mendukung aktivitas nelayan saban malam.
“Bongkar ikan masih antri ketika kawan-kawan yang masuk banyak. Pas musim angin juga berdempet-dempetan,” Wahab berkisah kepada Gubernur H.Nurdin Basirun pada pagi awal Juni lalu.
Wahab menyampai apa yang mereka alami selama ini. Berharap ada perbaikan infrastruktur sehingga aktivitas mereka menjadi lancar. Dia bercerita apa adanya. Lepas dengan segala keluh kesahnya.
Nurdin tampak tunak mendengar dalam bual-bual lebih dari satu jam itu. Perbualan mereka pun tidak serius seperti forum-forum resmi. Banyak tawa lepas saat itu.
Segala permintaan memang langsung diakomodir Gubernur Nurdin. Nurdin minta agar dirancang sebaik mungkin. Supaya yang dibangun mendukung aktivitas para nelayan. Termasuk ruang tunggu yang bagus.
Karena, saat berbincang itu, ada seorang ibu dengan anaknya sedang menunggu suaminya kembali melaut. Dia duduk di kursi kayu di samping Gubernur sambil sesekali menyela perbualan Nurdin dengan Abdul Wahab.
Dalam perbincangan itu Wahab berkali-kali melepas tawa. Apalagi Nurdin sudah memerintahkan segera direalisasikan permintaan tersebut.
“Hari ini saya mendapat hasil yang luar biasa mahal. Saya bisa bergurau dengan Pak Gubernur. Payah jumpa yang seperti ini,” kata Wahab menjelang Nurdin pamit dari Pelabuhan Pring.
Wahab mengaku senang dengan kedatangan Nurdin. Paling tidak dia bisa menyampaikan apa yang selama ini memang ingin disampaikannya kepada pimpinan negeri ini.
Wahab pun bercerita, kadang ketika menjelang hari-hari pemilihan, mereka selalu didatangi banyak kalangan. Tapi setelah terpilih dan duduk di kursi amanah, buka jendela mobil pun kadang tak mau.
Tak heran kalau kegembiraan Wahab pada penghujung Ramadhan itu begitu meluap. Dia mendiskripsikan pertemuan itu sebagai sesuatu yang mahal. Bertemu pimpinan negeri, kata Wahab bukan dengan meminta-minta uang, dapat menyampaikan aspirasi merupakan suatu kebahagiaan.
Sejak menakhodai Provinsi Kepri, Nurdin memang lebih banyak berada di lapangan. Berada di tengah-tengah masyarakat, untuk silaturahmi, menjemput aspirasi.
“Yang kerja kawan kawan saya. Makanya saya bawa ke (lapangan) sini. Saya ngacah aja supaya jadi dan bermanfaat untuk masyarakat setiap kegiatan,” kata Nurdin suatu kali saat turun ke lapangan.
Ihwal kehadiran Nurdin di tengah-tengah masyarakat diakui oleh Sunaryo, Ketua LPM Kelurahan Tanjungriau, Kota Batam. Menurut Sunaryo, tanpa diundang, Nurdin sangat peduli dengan masyarakat untuk bersilaturahmi, menjemput aspirasi.
Kadang, kata Sunaryo, Nurdin hadir di masjid-masjid. Sejak subuh lagi. Tiba-tiba sudah berinteraksi dengan masyarakat di pasar-pasar. Dari satu pulau ke pulau lainnya.
“Banyak yang kami rasakan Pak Gubernur, terutama pembangunan keagamaan,” kata Sunaryo, di Masjid Nurul Huda Tanjungriau, Batam.
Sunaryo mengatakan masih banyak pembangunan yang perlu diselesaikan. Dia berharap Tanjungriau dan kawasan lainnya terus mendapat perhatian dari Gubernur. Sehingga nyaman untuk ibadah dan kegiatan sehari-hari.
Soal keberadaan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Tanjungriau, juga disampaikan terima kasih oleh Sunaryo. Sejak lama daerah mereka merindukan kehadiran SMA. Kini sudah bisa rasakan kehadirannya.
“Maaf kalau kami terus merepotkan Pak Gubernur. Semoga menjadi pemimpinan yang amanah. Mudah-mudahan semuanya bisa menjadi berkah dan nikmat untuk kita semua,” kata Sunaryo.
Kehadiran yang tiba-tiba juga menggembirakan Mulyani, seorang petani di Dusun I Engkang Anculai, Bintan. Dia senang ketika sedang beraktivitas Nurdin tiba. Apalagi Nurdin mengikuti aktivitas mereka dalam bertani. Termasuk bergotong royong bersama kelompok tani membuka lahan.
Ketika Nurdin bertanya apa kendala, Mulyani dan teman-temannya langsung menyampaikan keinginan. Pupuk menjadi kendala utama mereka dalam pertanian. Karena itu mereka sangat berharap bantuan soal pupuk ini.
Menurut Nurdin, tidak ada hal yang memberatkan jika semua dilakukan secara bersama-sama. Dalam banyak kesempatan, dia selalu mengajak seluruh komponen masyarakat bahu membahu memajukan negeri ini. Sesuai dengan profesi dan bidang yang ditekuni.
Nurdin mengatakan dia sedang mendapat amanah menerajui negeri ini. Amanah itu harus ditunaikan dengan terus membuat Kepri menjadi semakin baik dengan masyarakat yang semakin sejahtera.
Silaturahmi, akan terus dilakukan Nurdin dengan berbagai lapisan masyarakat. Nurdin berkata bahwa dalam silaturahmi, mereka yang bertemu akan mendoakan kebaikan-kebaikan.
Dengan demikian, kebaikan juga akan dirasakan negeri ini. Soal turun ke pulau-pulau kata Nurdin, dia memang menginginkan agar pulau-pulau semakin bedelau.
Di pulau-pulau, Nurdin selalu mendorong pembangunan infratruktur, terlebih kelistrikan. Dalam banyak kesempatan dia terus mendorong lahirnya hafiz hafizah dari pulau-pulau di Negeri Segantang Lada ini. Setiap berkeliling di pulau-pulau, dorongan untuk munculnya para hafiz dan hafizah terus diupayakan Nurdin.
“Semoga terus lahir hafiz-hafizah dari kampung kita ini,” ujar Nurdin yang yakin dengan potensi generasi di pulau-pulau.
Memang berbaur dengan masyarakat dalam kondisi apapun hal yang biasa bagi Nurdin. Kebiasaan itu bukan bermula saat ini saja, tapi sudah berlangsung lama dan menjadi langgam aktivitasnya.
Karena itu, sesekali Nurdin akan tampak berada di dapur masyarakat di pulau-pulau, itu semacam rutinitas kalau di berkunjung. Menggiling cabe, memotong bawang, membelah kayu bakar, mengangkut air, mengukur kelapa dan lainnya sering dilakukan.
Kadang juga ikut memakal kapal, memasukkan es-es saat nelayan hendak melaut. Atau seketika ikut mendayung dalam suatu titik kunjungan adalah hal yang tidak canggung dilakukannya.
Dengan Wahab, malah Nurdin bersenda tentang kecepatan dia memakal kapal. Dia yakin lebih cepat dan rapi dari Wabah. Tawa Abdul Wahab lepas.
Dalam banyak kesempatan, dia selalu duduk di kedai kopi dengan kalangan mana pun. Jika di masjid-masjid sudah menjadi semacam rutinitas dia menyerap aspirasi masyarakat. Atau pada beberapa acara keagamaan.
Karena, menurut Nurdin, dengan cara-cara informal itulah masyarakat kadang lepas menyampaikan apa yang mereka harapkan. Apa-apa yang mereka butuhkan sehingga menunjang aktivitas keekonomian masyarakat.
Seketika itu juga kadang diputuskan permintaan apa yang bisa diselesaikan. Beberapa diantaranya dibahas dalam rapat rutin tiap Senin sehingga bisa disejalankan apa yang bisa diberikan.
“Kalau formal formal, mereka kadang tak lepas menyampaikannya,” kata Nurdin.
Karena itu, Abdul Wahab sampai begitu lepas berbincang dengan Nurdin. Di Karimun, para pekerja informal sudah memahami betul jika Nurdin berada di lapangan. Masyarakat Tanjungkelit, Lingga tak segan bercanda soal kumis Nurdin, sampai berani minta agar jangan dicukur.
Di Anambas, sejumlah kaum ibu kadang melepas keluh kesah ketika di pasar sedang berbelanja ikan dan sayur saat bertemu Nurdin.
Sempena hari jadinya ke 61 tahun hari ini (7/7), Nurdin hanya berharap doa yang terbaik dari masyarakat. Doa untuk melakukan sesuatu yang terbaik, untuk negeri ini, untuk masyarakat, untuk diri sendiri.
“Mohon doa seluruh masyarakat: mudah mudahan Allah memberi kesehatan dan kekuatan untuk dapat memberi yang terbaik untuk masyarakat pada sisa sisa umur ini,” kata Nurdin. (red/Humas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar