BATAM - Terdakwa Tohri Bin Gazlan sipenampung Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal di rumahnya yang beralamat di Kampung Teluk Mata Ikan, Nongsa hanya mendapat vonis dengan hukuman penjara 1,3 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider penjara 6 bulan. Rabu (29/8/2018).
Hakim majelis yang diketuai Jasael, didampingi M. Chandra dan Rozza Elafrina dalam amar putusannya mengatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 81 Undang-Undang RI No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum.
"Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama
1,3 tahun, dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara," ujar Jasael, S.H., M.H., membacakan putusan.
Atas putusan yang sama dengan tuntutan jaksa Susanto Martua, S.H., tersebut, terdakwa menyatakan menerimanya.
Dalam perkara ini sesuai dakwaan JPU : Bermula saksi FEBI SULISTIA dan saksi M.JAKA HAMDI serta petugas dari Ditreskrimum Polda Kepri mendapat perintah untuk melakukan penyelidikan di Teluk Mata Ikan Nongsa Batam terkait adanya aktivitas pemberangkatan Calon Pekerja Migran Illegal. Pada saat itu petugas menemukan adanya Calon Pekerja Migran Illegal di Kota Batam. Setelah dilakukan interogasi para Calon Pekerja Migran Illegal tersebut akan diberangkatkan ke Malaysia melalui jalur illegal oleh seorang pengurus bernama TOHRI Bin H.GAZLAN dan petugas menemukan fakta bahwa para Calon Pekerja Migran Illegal tersebut tidak memiliki dokumen lengkap untuk bekerja diluar negeri.
Bahwa terdakwa TOHRI Bin H.GAZLAN pada hari Minggu tanggal 21 Januari 2018 sekira pukul 16.00 Wib dihubungi seseorang bernama SAHAR (DPO) yang mengatakan kepada terdakwa “Hari ini kita jalan”. Selanjutnya terdakwa menanyakan “Siapa yang menjemput orang ini (calon TKI) di penampungan ?” lalu SAHAR menjawab “Nanti Anggota saya yang jemput di penampungan”. Sekira pukul 17.30 Wib SAHAR datang ke penampungan calon TKI di Perum Kabil Raya Batam dengan menggunakan 2(dua) unit mobil dengan dua kali jemput membawa 45(empat puluh lima) orang yang terdiri dari 44(empat puluh empat) orang laki-laki dari Lombok - Nusa Tenggara Barat dan 1(satu) orang perempuan dari Sumatera Barat ke sebuah penampungan yang berada di daerah Teluk Mata Ikan Nongsa Kota Batam. Hal ini untuk memudahkan ke 45(empat puluh lima) orang calon pekerja migran Indonesia tersebut untuk diberangkatkan ke Malaysia dengan menggunakan speed boat melalui jalur pelabuhan tikus/pelabuhan tidak resmi yang berada di sekitar daerah Teluk Mata Ikan Nongsa Kota Batam. Rencananya ke-45(empat puluh lima) orang calon pekerja migran Indonesia tersebut akan diberangkatkan pada hari Minggu tanggal 21 Januari 2018 sekira pukul 20.00 Wib akan tetapi hingga hari Senin tanggal 22 Januari 2018 pukul 00.30 Wib belum juga diberangkatkan oleh SAHAR sehingga calon pekerja migran Indonesia (calon TKI) diamankan pihak Ditreskrimum Polda Kepri dan berdasarkan pengakuan calon TKI bahwa mereka sebelum ke Teluk Mata Ikan sudah beberapa hari ditampung di rumah terdakwa TOHRI. Sehingga pihak Ditreskrimum Polda Kepri mengamankan terdakwa dirumahnya.
Bahwa sebelumnya pada hari Sabtu tanggal 13 Januari 2018 terdapat calon pekerja migran Indonesia illegal antara lain saksi MAHNAN beserta saksi DANI bersama rombongan sekitar 9(sembilan) orang lainnya yang berangkat dari Tanak Awu Lombok menuju Batam. Setelah tiba di Bandara Hang Nadim Batam, terdakwa menjemput calon pekerja migran Indonesia illegal tersebut menggunakan mobil dan setelah itu terdakwa menampung calon pekerja migran Indonesia illegal di rumah terdakwa. Saksi MAHNAN sebelumnya meminta tolong kepada terdakwa untuk mencarikan pekerjaan di Malaysia lalu terdakwa memberitahukan ada pekerjaan sebagai petani sawit di Malaysia dengan gaji RM.2000(dua ribu ringgit Malaysia) sehingga terdakwa membantu keberangkatan MAHNAN dari Lombok hingga tiba dan ditampung di Batam.
Selain itu pada hari Jumat tanggal 19 Januari 2018, saksi SAPOAN beserta rombongan sekitar 3(tiga) orang lainnya yaitu LALU SYAEFUL HAMDANI, MUSTAKI dan LALU WIRSAH berangkat dari Tanak Awu Lombok menuju Batam. Setelah tiba di Bandara Hang Nadim Batam, terdakwa menjemput calon pekerja migran Indonesia illegal tersebut menggunakan mobil kemudian terdakwa menampung calon pekerja migran Indonesia illegal di rumah terdakwa. Adapun saksi SUFRI YANTI pada hari Jumat tanggal 19 Januari 2018 berangkat dari Dumai dengan tujuan Pelabuhan Sekupang Batam. Sesampainya di Batam saksi SUFRI YANTI diantar oleh orang yang terdakwa suruh ke penampungan milik terdakwa. Selanjutnya pada hari Minggu tanggal 21 Januari 2018 para calon pekerja migran Indonesia illegal dipindahkan ke Penampungan yang berada di Kota Batam.
Bahwa selama di penampungan para calon pekerja migran Indonesia tersebut tidak ada ditempatkan di Balai Latihan Kerja dan terdakwa tidak ada memiliki perusahaan pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia dan para calon pekerja migran Indonesia tersebut tidak memiliki dokumen sebagai persyaratan pemberangkatan sebagai pekerja migran Indonesia di Malaysia.
Bahwa menurut terdakwa biaya yang harus dikeluarkan calon pekerja migran Indonesia illegal tersebut jika calon pekerja migran Indonesia illegal memiliki pengurus dari daerah asalnya yaitu Lombok NTB, pengurus tersebut akan membayarkan kepada terdakwa per orang sebesar Rp.1.300.000,-(satu juta tiga ratus ribu rupiah) dan bagi calon pekerja migran Indonesia illegal yang datang langsung menghubungi terdakwa berkisar antara Rp.1.400.000,-(satu juta empat ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.1.500.000,-(satu juta lima ratus ribu rupiah) yang kemudian terdakwa setorkan uang tersebut kepada SAHAR selaku tekong untuk memberangkatkan calon pekerja migran Indonesia illegal melalui jalur pelabuhan tikus/pelabuhan tidak resmi ke Malaysia per orangnya sebesar Rp.1.200.000,-(satu juta dua ratus ribu rupiah).
Bahwa dari usaha memberangkatkan calon pekerja migran Indonesia illegal melalui jalur pelabuhan tikus/pelabuhan tidak resmi ke Malaysia terdakwa mendapatkan keuntungan sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu) sampai dengan Rp.200.000,-(dua ratus ribu) per orang. Namun keuntungan tersebut juga belum bersih karena terdakwa juga menanggung biaya makan para calon pekerja migran Indonesia illegal di penampungan.
Bahwa sesuai keterangan ahli REONALD SIMANJUNTAK,SE dari BP3TKI Tanjungpinang, yang dimaksud penempatan tenaga kerja adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan Tenaga Kerja Indonesia sesuai bakat, minat dan kemampuannya dengan pemberi kerja diluar negeri yang meliputi keseluruhan proses perkrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, perispan pemberangkatan sampai ke negara tujuan dan pemulangan dari negara tujuan. Untuk mendapatkan Surat Izin Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus memiliki persyaratan yakni berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan peraturan perundangan, memiliki modal disetor yang tercantum dalam akte pendirian perusahaan, sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,-(lima milyar rupiah), menyetor uang kepada Bank sebagai Jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) pada bank pemerintah, memiiki rencana kerja penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 3(tiga) tahun berjalan, memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan tenaga kerja Indonesia.
Perbuatan terdakwa TOHRI Bin H.GAZLAN sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 Undang-Undang RI No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
red/KJN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar