KUDUS - Seribuan buruh pabrik rokok Gentong Gotri Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mengantre di depan aula Lingkungan Industri Kecil Hasil Tembakau (LIK-IHT) Desa Megawon, Kecamatan Jati untuk mendapatkan uang Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayarkan senilai Rp 100.000 per orang, Rabu (28/11/2018).
Para buruh rela berdesak-desakan untuk bisa merangsek masuk ke aula mengambil jatah uang Rp 100.000 tersebut. Prosedurnya, satu per satu buruh menandatangani berkas pengambilan di hadapan beberapa petugas. Lantas mereka menerima selembar uang seratus ribuan.
Salah satu buruh, Sri Handayani (43), mengatakan, uang Rp 100.000 yang diterimanya akan dibelanjakan untuk membeli sembako. Uang tersebut begitu berarti baginya menyusul beberapa tahun ini ia menganggur karena industri tempat ia bekerja tak lagi beroperasi.
"Alhamdulilah bisa untuk nyambung hidup. Sudah lama menganggur," kata janda dua anak ini.
Dijelaskan Sri, selama 20 tahun dia bekerja sebagai buruh rokok di Gentong Gotri, dia mengaku nyaman karena semua manajemen berjalan lancar.
Namun keresahan mulai muncul ketika pada 2012, perusahaan mulai mengalami kolaps.
Puncaknya hingga dua tahun terakhir, perusahaan benar-benar sudah tidak produksi.
Saat perusahaan memutuskan menghentikan semua aktivitas produksi, nasib buruh mengambang. Para buruh Pabrik Rokok Gentong Gotri tidak lagi mengantongi penghasilan tetap seperti dulu.
Meski demikian, itikad baik dari perusahaan terhadap para buruh masih ada. Sejak 2012, para buruh masih diminta berangkat bekerja untuk sekadar mengisi presensi. Sebagai gantinya mereka mendapat jatah Rp 12.000 setiap berangkat. Istilahnya uang tunggu.
Kini para buruh harap-harap cemas apakah pesangon akan mereka terima menyusul kondisi perusahaan yang kian terpuruk.
"Tetapi kami sudah tidak berangkat mengisi presensi setelah lebaran kemarin. Apakah nanti ada pesangon dari perusahaan, kami masih menunggu hasilnya. Semoga nasib kami masih diperhatikan," harap Sri.
Masih menunggu
Saat proses pembagian JHT, para buruh Pabrik Rokok Gentong Gotri ini juga didampingi oleh kuasa hukum buruh Pabrik Rokok Gentong Gotri, Daru Handoyo. Dikawal juga oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan UKM (Disnakerperinkop-UKM) Kabupaten Kudus Bambang Tri Waluyo.
Kuasa hukum buruh Pabrik Rokok Gentong Gotri, Daru Handoyo, mengatakan, pembayaran uang JHT sudah merupakan hak setiap buruh.
Uang JHT untuk buruh Pabrik Rokok Gentong Gotri tersebut adalah dana sisa iuran jaminan sosial dan kesehatan dari Pusat Koperasi Karyawan Industri Rokok Kudus (PKKIRK) yang bubar pada Desember 2017 lalu.
Sebagai anggota dari koperasi tersebut, pabrik Rokok Gentong Gotri mendapat jatah sebesar Rp 265 juta untuk dibagikan ke 1.151 buruh.
"Harusnya yang dibagikan Rp 265 juta, namun JHT dari PKKIRK kali ini yang dibagikan kepada buruh sebesar Rp 135 juta. Jadi sisanya akan dibagikan kepada buruh pada Desember mendatang," kata Daru.
Menurut Daru, memang sejauh ini buruh Gentong Gotri yang jumlahnya 1.151 orang itu masih belum diputus hak kerjanya. Dengan kata lain, setelah mereka telah resmi diputus hak kerjanya, maka perusahaan wajib memberikan pesangon.
Setelah pencairan uang JHT, kata dia, akan diupayakan untuk pencairan uang pesangon buruh yang rencananya terealisasi tahun 2019.
Sesuai surat anjuran dari Dinasnaker, prosedurnya perusahaan harus mengembalikan upah buruh sebesar Rp 40,2 miliar. Namun dari perusahaan hanya mampu membayar Rp 25 miliar.
"Kami masih negoisasi dan terus dampingi terkait pesangon buruh. Perusahaan sudah kesusahan dan hanya sanggup memberi pesangon 25 persen. Bahkan, sejumlah aset milik perusahaan yang ada di Semarang pun akan dilelang," kata Daru.
Jika nanti perusahaan tidak memenuhi hak para buruh, Daru akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Semarang.
"Yang tidak setuju menerima pesangon 25 persen, maka kami akan dampingi," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Disnakerperinkop-UKM Kudus, Bambang Tri Waluyo, menambahkan, pembayaran JHT merupakan hak normatif yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
"Kami sejak awal berupaya untuk memediasi. Terkait pesangon masih menunggu aset yang dijual oleh perusahaan untuk melunasi hak buruh," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar