Dari 3.000 karyawan yang terdiri terdiri dari 1.000 karyawan kontrak dan 2.000 karyawan.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menuturkan Direktur SKB tersebut bernama Kim Jae Chul. "Orang itu membawa kabur uang perusahaan Rp90 miliar yang seharusnya digunakan untuk menggaji karyawan SKB," kata Mirah, Kamis (24/1).
Mirah menjelaskan masalah tersebut tercium sejak Agustus 2018. Saat itu, 1.000 karyawan kontrak SKB belum menerima gaji. Alih-alih memenuhi hak pekerja, pihak perusahaan justru melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada 1.000 pekerja kontrak pada September 2018.
Atas kejadian itu, pada Oktober 2018, serikat pekerja SKB membawa kasus tersebut ke Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi. Lewat aduan itu, Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi memfasilitasi pertemuan tripartit antara pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, pihak SKB, dan serikat pekerja. Saat itu, kata Mirah, direktur SKB masih berada di Indonesia.
Mirah menjelaskan masalah tersebut tercium sejak Agustus 2018. Saat itu, 1.000 karyawan kontrak SKB belum menerima gaji. Alih-alih memenuhi hak pekerja, pihak perusahaan justru melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada 1.000 pekerja kontrak pada September 2018.
Atas kejadian itu, pada Oktober 2018, serikat pekerja SKB membawa kasus tersebut ke Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi. Lewat aduan itu, Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi memfasilitasi pertemuan tripartit antara pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, pihak SKB, dan serikat pekerja. Saat itu, kata Mirah, direktur SKB masih berada di Indonesia.
"Hanya sekali pertemuan, selanjutnya tidak dilakukan langkah lagi. Seolah-olah hanya menggugurkan kewajiban pemerintah saja, ada laporan dari buruh lalu difasilitasi," kata Mirah.
Bukannya menunjukkan itikad baik dengan segera membayar gaji karyawan kontrak, direktur SKB malah menghilang. Bukan hanya itu, ia membawa uang perusahaan sebesar Rp90 miliar pada Oktober 2018.
Setelah ia pergi, giliran karyawan tetap tidak menerima gaji. Pada bulan yang sama, pabrik garmen produsen merek Justice dan Kohl's berhenti operasi. "Padahal SKB merupakan produsen terbesar di Asia untuk dua merek tersebut," kata Mirah.
Akhirnya, pada November 2018 serikat pekerja SKB membawa kasus tersebut kepada Pemerintah Kota Bekasi. Akan tetapi, Pemerintah Kota Bekasi hanya menjanjikan untuk mengkaji lebih lanjut kasus tersebut.
Bukannya menunjukkan itikad baik dengan segera membayar gaji karyawan kontrak, direktur SKB malah menghilang. Bukan hanya itu, ia membawa uang perusahaan sebesar Rp90 miliar pada Oktober 2018.
Setelah ia pergi, giliran karyawan tetap tidak menerima gaji. Pada bulan yang sama, pabrik garmen produsen merek Justice dan Kohl's berhenti operasi. "Padahal SKB merupakan produsen terbesar di Asia untuk dua merek tersebut," kata Mirah.
Akhirnya, pada November 2018 serikat pekerja SKB membawa kasus tersebut kepada Pemerintah Kota Bekasi. Akan tetapi, Pemerintah Kota Bekasi hanya menjanjikan untuk mengkaji lebih lanjut kasus tersebut.
Tidak puas dengan jawaban tersebut, serikat pekerja SKB pada bulan yang sama mengadukan kasus tersebut kepada Kementerian Ketenagakerjaan. "Lagi-lagi sama, hanya menggugurkan kewajiban saja. Mempertemukan beberapa pihak, sampai sekarang belum ada hasil," kata Mirah.
Tidak hanya kepada Kementerian Ketenagakerjaan, Mirah mengatakan serikat pekerja SKB telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun belum mendapatkan jawaban. Serikat pekerja juga telah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisan Bekasi.
Sebenarnya, lanjut Mirah, SKB masih memiliki satu direktur yang berasal dari Indonesia bernama Jauhari. Akan tetapi, ketika dimintai pertanggungjawaban, ia berdalih bahwa dirinya juga korban lantaran saham yang dimiliki hanya bodong.
"Kalau investasi asing, setahu saya demi bisa berinvestasi ada syarat minimal satu Direktur dari orang Indonesia. Tapi ternyata untuk kasus SKB ini, Direktur Indonesia itu bilang ke karyawannya kalau sahamnya hanya bodong, atau bohong-bohongan," kata Mirah.
Tidak hanya kepada Kementerian Ketenagakerjaan, Mirah mengatakan serikat pekerja SKB telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun belum mendapatkan jawaban. Serikat pekerja juga telah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisan Bekasi.
Sebenarnya, lanjut Mirah, SKB masih memiliki satu direktur yang berasal dari Indonesia bernama Jauhari. Akan tetapi, ketika dimintai pertanggungjawaban, ia berdalih bahwa dirinya juga korban lantaran saham yang dimiliki hanya bodong.
"Kalau investasi asing, setahu saya demi bisa berinvestasi ada syarat minimal satu Direktur dari orang Indonesia. Tapi ternyata untuk kasus SKB ini, Direktur Indonesia itu bilang ke karyawannya kalau sahamnya hanya bodong, atau bohong-bohongan," kata Mirah.
Hingga saat ini, lanjut Mirah, ribuan pekerja SKB masih mendirikan posko di lingkungan pabrik. Pekerja menjaga posko tersebut secara bergiliran. Tujuan untuk menjaga aset perusahaan yang masih tersisa.
"Sampai saat ini kami belum mendapatkan kejelasan status pabrik tersebut, apakah milik pengusaha itu atau hanya kontrak saja," kata Mirah.
Untuk meminta penjelasan mengenai masalah tersebut, CNNIndonesia.comtelah menghubungi Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang. Bukan hanya itu saja, juga sudah berupaya menghubungi PT SKB.
Tapi sampai dengan berita ini diturunkan, CNNIndonesia.com belum bisa mendapatkan tanggapan dari kedua belah pihak tersebut.
"Sampai saat ini kami belum mendapatkan kejelasan status pabrik tersebut, apakah milik pengusaha itu atau hanya kontrak saja," kata Mirah.
Untuk meminta penjelasan mengenai masalah tersebut, CNNIndonesia.comtelah menghubungi Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang. Bukan hanya itu saja, juga sudah berupaya menghubungi PT SKB.
Tapi sampai dengan berita ini diturunkan, CNNIndonesia.com belum bisa mendapatkan tanggapan dari kedua belah pihak tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar