BATAM - Sebanyak 21.180 kepala keluarga (KK) yang menghuni kampung tua bisa mendapatkan sertifikat hak milik (SHM) atas tanah tempat tinggalnya. Hal ini disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil sebagai solusi atas masalah kampung tua di Kota Batam.
“Nanti tugas Walikota untuk mengeluarkan daftar nominatif, siapa yang berhak dapat itu. Supaya yang dapat itu adalah betul-betul orang yang berhak,” kata Sofyan usai rapat di Kantor Walikota Batam, Jumat (21/6/2019).
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam, Askani memaparkan ada 37 titik kampung tua di Batam. Tersebar di 9 kecamatan dan 18 kelurahan. Luas keseluruhan kampung tua berdasarkan pengukuran BPN adalah 1.103,3 hektare (ha). Atau 2,65 persen dari total lahan Pulau Batam seluas 41.500 ha.
Namun di dalam kampung tua terdapat hutan lindung seluas 29,8 ha, kemudian 21,05 ha kawasan hutan yang masuk Dampak Penting dan Cakupan Luas serta bernilai Strategis (DPCLS). Di dalamnya juga terdapat hak pengelolaan lahan (HPL) Badan Pengusahaan (BP) Batam seluas 184,9 ha. Serta proses HPL seluas 314,5 ha dan lahan yang telah dialokasikan (PL) seluas 380,7 ha.
“Hanya tiga kampung tua yang bebas dari masalah yaitu Seibinti, Tanjunggundap, dan Tanjungriau,” ujar Askani.
Menteri Sofyan mengatakan untuk masalah hutan lindung dan DPCLS akan ia selesaikan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Presiden tentang pelepasan hutan.
“Ini urusan pemerintah. Ini nanti akan saya bahas dengan KLHK. Kemudian kampung tua ini dilepaskan dari HPL BP Batam,” kata Sofyan.
Sesuai dengan masukan dari Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady, untuk kampung tua tetap dikeluarkan dari HPL BP Batam namun tidak menghilangkan fasilitas Free Trade Zone (FTZ) di dalamnya.
“Dalam FTZ sekarang itu juga ada perorangan yang sudah punya SHM. Jadi biar keadilan, ya sudah buat di SK Bapak (Menteri) saja. Kampung tua tetap keluar dari BP tapi tetap dapat hak FTZ. Di Peraturan Menteri nanti wilayah kerja BP jadi kecil. Dan nanti kami sampaikan ke pusat, supaya dalam perubahan PP 10/2012 tentang fasilitas FTZ, poin ini dimasukkan,” papar Edy.
Sofyan Djalil melanjutkan untuk lahan kampung tua yang sudah terlanjur keluar pengalokasian lahan (PL) ke swasta, tindaklanjutnya perlu disesuaikan dengan kondisi. Untuk PL yang sudah ada itikad baik dengan pembangunan, bisa dibayar ganti rugi. Tapi apabila PL belum ada kegiatan usaha, artinya pihak penerima wanprestasi dan bisa ditarik kembali.
(humas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar