BATAM - Badan Pengelola Pajak Retribusi atau Badan Pendapatan Daerah bersama Badan Pertanahan Daerah se-Provinsi Kepulauan Riau dan Jambi mengikuti workshop implementasi host to host PBB-BPHTB. Lokakarya ini digelar di Aula Lantai IV Kantor Walikota Batam, Kamis (25/7/2019).
Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Kasatgas Korsupgah) Wilayah II Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Aida Ratna Zulaiha mengatakan workshop ini merupakan bagian program pencegahan di KPK. Kegiatan ini adalah bentuk semangat perubahan dan kolaborasi antara pemerintah daerah dengan instansi vertikal.
“KPK memiliki berbagai program pencegahan. Mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban program di pemerintah daerah. Hari ini, terkait penertiban manajemen administrasi dan optimalisasi penerimaan daerah,” kata Aida.
Adapun keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah tertibnya administrasi atau database terkait pertanahan. Dan terjadi peningkatan atau optimalisasi pendapatan daerah khususnya dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Beberapa daerah yang sudah lebih dulu melakukan kegiatan ini, kami lihat secara nyata terjadi peningkatan pendapatan daerah khususnya dari PBB-BPHTB,” kata dia.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kota Batam, Jefridin mengatakan Pemerintah Kota Batam sudah melakukan dua hal untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pertama dengan pemasangan tapping box (alat perekam transaksi) untuk empat jenis pajak, yakni restoran, hotel, hiburan, dan parkir.
“Kedua upaya kita adalah dengan host to host PBB-BPHTB ini. Host to host PBB-BPHTB ini sudah kita mulai sejak 2013, sejak pertama diserahkan dari pusat ke daerah. Perda kita tahun 2011. Dua tahun kita belajar, didik penilai BPHTB-nya. Alhamdulillah setelah itu berjalan dan sudah host to host,” papar mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Batam ini.
Jefridin mengatakan saat ini APBD Kota Batam belum terlalu besar, yaitu Rp 2,85 triliun. Namun yang membanggakan, Rp 1,35 triliun di antaranya merupakan PAD.
“Dan yang menyumbang PAD tertinggi itu adalah BPHTB. Pernah capai Rp 240 miliar di 2015-2016. Pada 2017 terjadi penurunan akibat pertumbuhan ekonomi yang melemah. Alhamdulillah tahun lalu meningkat. Tahun ini target BPHTB kita Rp 380 miliar. Insya Allah akan tercapai,” ujarnya.
Ke depan, sambung Jefridin, BPHTB mungkin tidak lagi menjadi andalan bagi Batam. Karena tanah di Batam sudah tidak memungkinkan pembangunan baru. Sehingga akan terjadi penurunan BPHTB.
“Idola kita ke depan adalah PBB. Maka PBB ini jadi andalan PAD untuk tahun-tahun berikutnya,” kata Jefridin.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepri, Asnawati mengatakan masih ada objek BPHTB selain pembangunan perumahan oleh pengembang atau developer.
“Kalaupun pembangunan baru tak ada, tetap ada transaksi jual beli antar perorangan. Kalaupun dari developer sudah minim. Selain itu masih banyak peristiwa hukum lain yang wajib dikenakan BPHTB,” kata Asnawati.
Hal senada diungkapkan Kepala BPN Jambi, Beni Hermawan. Masih ada potensi BPHTB yang belum dioptimalkan. Yaitu ketika pengalihan konglomerasi perusahaan yang seharusnya diikuti peralihan aset termasuk hak atas tanah dan bangunan. “Kami berharap ada regulasi untuk itu. Itu yang masih luput dari kami,” ungkapnya.
Kegiatan workshop implementasi host to host PBB-BPHTB ini berlangsung satu hari. Dengan menghadirkan narasumber dari tim teknis Pusdatin Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN.
(humas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar