Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Melalui SE tersebut, Ida menjabarkan opsi-opsi yang dapat ditempuh perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya secara tepat waktu.
Perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR secara tepat waktu maka perlu melakukan dialog terlebih dahulu agar mencapai kesepakatan dengan pekerjanya.
Aturan pemberian THR kepada pekerja terangkum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016.
Aturan tersebut mengatur tentang pemberian THR keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan.
Dalam aturan disebutkan bahwa Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau THR adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
Ketentuan pemberian THR:
1. Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus atau lebih.
2. THR Keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
3. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.
4. Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dikalikan satu kali upah.
5. Upah 1 (satu) bulan terdiri dari komponen upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok, termasuk tunjangan tetap.
6. Bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah satu bulan dihitung berdasarkan:
- a. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
- b. Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja.
7. Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami PHK terhitung 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan berhak atas THR Keagamaan.
Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, yang berakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
Penolakan buruh
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) untuk memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk tak membayarkan THR 100 persen.
Adapun kelonggaran itu tertulis dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/6/HI.00.01/v/2020.
Selain tak membayar THR 100 persen, pengusaha juga boleh mencicil atau menunda pembayarannya dengan cara mendorong perundingan buruh dan pengusaha di perusahaan.
“KSPI berpendapat, THR harus dibayar 100 persen bagi buruh yang masuk bekerja, buruh yang diliburkan sementara carena Covid-19, buruh yang dirumahkan karena Covid-19, maupun buruh yang di-PHK dalam rentang waktu H-30 dari Lebaran,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).
Alasan penolakan Said mengacu pada ketentuan yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Meski demikian, Said Iqbal mengerti, beberapa industri juga terpukul akibat pandemi Covid-19.
Untuk itu, dia mengecualikan perusahaan dengan kategori perusahaan kecil dan menengah, seperti hotel melati, restoran non-waralaba internasional, UMK, ritel berskala menengah ke bawah, dan sebagainya.
Sedangkan hotel berbintang, restoran besar atau waralaba internasional, ritel besar, dan industri manufaktur wajib membayar THR 100 persen dan tidak dicicil atau ditunda pembayarannya.
Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar